YOGYAKARTA-Kementerian Pekerjaan Umum bekerjasama dengan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dan didukung oleh Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM melakukan sosialisasi Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP). Langkah ini merupakan salah satu upaya untuk mengawal implementasi UU Penataan Ruang khususnya pada kawasan strategis sosial budaya, dengan merumuskan kebijakan yang diperlukan serta mendorong komitmen dan sinergidukungan lintas sektoral, pemerintah daerah, masyarakat setempat, dan kalangan dunia usaha, dalam mewujudkan kualitas ruang kota yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan.
Direktur Jenderal Penataan ruang Kementerian Pekerjaan Umum, Ir. Imam Santoso Ernawi, MCM., M.Sc mengatakan pada tahapan pemanfaatan ruang perlu dirumuskan implementasi yang tepat terkait pusaka. Selain itu dalam pemanfaatannya juga harus konsisten menggunakan pendekatan yang bersifat spasial, bukan hanya sektoral.
“Pemerintah daerah juga perlu mengemas program ini dengan baik karena kedepan keberhasilannya juga tergantung dari komitmen mereka,â€ujar Imam pada pembukaan sosialisasi di UC UGM, Senin (16/4).
Dijelaskan oleh Imam, jika berbicara persoalan tata ruang saat ini tidak hanya terbatas pada persoalan perencanaan saja, namun juga harus masuk kepada sebuah sistem. Selain itu diharapkan tahun 2012 ini semua perencanaan terkait kota pusaka sudah selesai sebelum nanti masuk pada tahap implementasi.
“ Dari sekitar 491 kabupaten/kota di Indonesia belum semuanya menerapkan perda tentang tata ruang ini,â€imbuh Imam.
Sementara itu Ketua Dewan Pimpinan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI), Drs. I Gede Ardika menegaskan adanya tiga hal yang harus dilakukan dalam pelestarian pusaka di Indonesia, yaitu memelihara, memanfaatkan, dan mengembangkan.
“Kalau pusaka tidak dimanfaatkan dan dikembangkan tentu tidak akan bermakna dan statis,â€kata mantan Menbudpar tersebut.
Dalam kesempatan itu ia juga menyebutkan empat hal pokok terkait program pokok pelestarian pusaka di Indonesia. Keempat hal itu adalah penguatan jaringan, perumusan kebijakan terkait tata ruang yang strategis, dukungan sistem pendanaan, serta respon yang kuat ketika terjadi bencana alam.
“Ini yang kadang tidak diperhatikan ketika terjadi bencana alam sehubungan dengan pusaka yang ada di sekitar kita,â€kata Gede.
Senada dengan itu dosen Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM, Dr. Ir. Laretna T. Adhisakti, M.Arch. menambahkan program pelestarian pusaka di Indonesia masih merupakan program yang termarjinalkan dan dinilai tidak penting. Dengan adanya paradigma yang masih salah itu akibatnya muncul beberapa kasus seperti bangunan bersejarah yang dirobohkan atau justru dijadikan sarang burung walet.
“Tidak mudah dalam praktek di lapangan dengan masih adanya paradigma yang salah tentang pelestarian pusaka ini,â€kata Laretna (Humas UGM/Satria AN)