Dalam Renstra Pendidikan Nasional, pemerintah di tahun 2015 mendorong perubahan proporsi jumlah SMK:SMA menjadi 70%:30%. Perubahan proporsi ini tentu berakibat naiknya jumlah siswa SMK beserta lulusannya secara signifikan. Bagi politeknik dan institusi pendidikan tinggi vokasi nasional mestinya merespon fenomena lulusan ini secara visioner.
Salah satu yang harus dilakukan adalah terus menggandeng industri dan user, tentu saja tidak hanya dalam hal penyerapan lulusan melainkan mencakup pengembangan serta evaluasi sistim pendidikan dan kurikulum serta mengarahkan ke berbagai bentuk kerjasama lain, seperti CSR, beasiswa, bantuan fasilitas lab dan lain-lain. Kurikulum secara khusus diharapkan menjamin terciptanya mutu lulusan dengan skill (hands on) yang tinggi dengan disertai kemmampuan analitis dan knowledge. “Semua itu dilakukan untuk menjawab tuntas kebutuhan user. Mereka pada intinya menginginkan lulusan makin siap kerja,” ujar Dr. Wikan Sakarinto, di Stana Parahita UGM, Rabu (18/4).
Solusi strategis yang diusulkan adalah dengan peningkatan jenjang pendidikan Diploma 3 menjadi Diploma 4. Bahwa jutaan siswa yang nanti memilih vokasi diharapkan tidak lagi memikirkan studi lanjut hanya demi meraih gelar S1. Diharapkan dengan ijazah D-4, lulusan bisa fokus pada pekerjaan dan karir. “Dengan ijazah D-4 yang setara dengan S-1 seperti yang diatur dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, mereka tidak perlu lagi berhenti bekerja di tengah jalan gara-gara hanya mau studi lanjut demi sebuah gelar,” terangnya.
Wikan menjelaskan di banyak negara seperti Jerman, Belanda dan Jepang, lulusan institusi pendidikan tinggi vokasi mendapatkan porsi yang tepat, baik dalam job desc, jenjang karir dan income. Sehingga bagi siswa yang tidak terlalu kuat dalam aspek analitis/akademis, mereka tidak perlu memaksakan diri masuk pendidikan jenjang S-1. Bahkan mereka yakin memilih kuliah di institusi pendidikan vokasi, Fachhacschule di Jerman, Hogeschool di Belanda dan Kasen di Jepang. “Karenanya bagi orangtua mestinya tidak perlu memaksa anaknya masuk jenjang S1, terlebih bila si anak memiliki motorik bagus bisa memilih D-4 sebagai pilihan. Sebab dari sini pula bisa melanjutkan S2 dan S3 terapan,” jelas Ketua Program Diploma Teknik Mesin, Sekolah Vokasi UGM.
Lebih lanjut ia menjelaskan mengembangkan kurikulum D-4 mutlak harus melibatkan pihak industri/user/stakeholder. Untuk itu Diploma Teknik Mesin Sekolah Vokasi telah mengembangkan kerjasama dengan pihak industry seperti pengembangan D-4 Teknik Alat Berat Hexindo Hitachi-Gadjah Mada. Di program Hexindo Hitachi-Gadjah Mada, ini mahasiswa kuliah dua semester dan di semester 3-4 magang di lapangan. “Selain dapat pengalaman, mahasiswa pun mendapatkan dormitory, makan gratis dan dapat uang saku bulanan,” jelasnya lagi. Selain itu Program Diploma Teknik Mesin SV-UGM (PDTM) juga memperkuat keunggulan lulusan dengan bekerjasama dengan Parametrik (provider resmi software Pro|Engineer). Lulusan akan menerima sertifikasi internasional untuk keahilan CAD/CAM/CAE berbasis Pro|Engineer sehingga diharapkan akan lebih meningkatkan daya saing di dunia kerja dalam negeri maupun luar negeri.
Untuk itu percepatan jenjang D-3 menuju jenjang D-4 menjadi kebutuhan yang cukup mendesak. Diharapkan semua pihak melakukan koordinasi dan konsolidasi nasional dengan segenap stakeholder untuk mereposisi pendidikan vokasi nasional. “Hal ini penting agar pendidikan vokasi menjadi pilar keunggulan penciptaan SDM bangsa yang berkualitas dan bermartabat,” pungkasnya. (Humas UGM/ Agung).