YOGYAKARTA –Universitas Gadjah Mada diharapkan mampu bersinergi dengan Kraton sebagai entitas kebudayaan dalam mendorong kemajuan peradaban bangsa di bidang pendidikan kebudayaan. Kendati hubungan UGM-Kraton sudah terjalin sejak berdirinya kampus UGM yang sebelumnya bernama Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada. Bahkan di masa-masa awal-awal eksistensi UGM, tidak lepas dari dukungan Almarhum Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yang mencita-citakan agar UGM menjadi “Miniatur Indonesia†di bidang pendidikan.
Hal itu disampaikan oleh ketua Umum Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) sekaligus Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam pidato sambutan yang dibacakan oleh Sekjen Kagama Prof. Dr. Ir. Budi Santoso Wignyosukarto, Dip. H.E., DEA, dalam seminar ‘Sinergi UGM dengan Kraton untuk Kemajuan Bangsa’ di gedung university club, Kamis (19/4).
Sinergi UGM-Kraton menurut hemat Sultan harus menerapkan tiga prinsip dasar, pertama kesediaan untuk saling berbagi. Tanpa kesediaan untuk saling berbagi ini, sinergi tidak bisa terlaksana. “Dengan saling berbagi ide, pengetahuan, keahlian, dan pengalaman, sinergi bisa dilakukan. Di sinilah kekuatan dari sinergi itu dapat ditemukan,†katanya.
Kedua, berpikir “menang-menangâ€. Karena dalam bersinergi, tidak ada pihak yang harus kalah atau menang. Sebaliknya, semua pihak dapat menikmati kemenangan dan manfaat yang jauh lebih besar daripada jika mereka mengerjakannya sendiri-sendiri. Ketiga, menghargai perbedaan. Dari perbedaan-perbedaan yang unik inilah kemudian dijalin kerjasama kreatif-inovatif yang menghasilkan alternatif ketiga memberikan manfaat optimal bagi pihak-pihak yang bersinergi.
Sultan juga mengusulkan model sinergi dalam bentuk “Triple Helixâ€, yakni kerjasama antarinovator pemerintah, universitas, lembaga riset, dan industri. Kerjasama tersebut didorong untuk penciptaan, penyebaran, dan penggunaan ilmu pengetahuan guna pencapaian inovasi proses perwujudan ide-ide kreatif, hingga menghasilkan output yang memiliki nilai, baik nilai akademik, nilai budaya maupun nilai ekonomis. “Inovasi pendidikan dan kebudayaan, menurut hemat saya, bisa dipicu lewat model Triple Helix Plus dan sinergi UGM dengan Kraton yang berkelanjutan,†katanya.
Budayawan Prof. Dr. C. Bakdi Soemanto, S.U., mengatakan kraton adalah gudangnya warisan budaya yang memiliki rentang sejarah yang panjang. Oleh karena itu, UGM bisa menggunakan kraton sebagai sumber ilmu yang terus digali, diseminarkan dan disebarluaskan. Tidak hanya itu, UGM bisa belajar banyak tentang kerendahan hati sosok Sri Sultan HB IX dan semangatnya untuk tetap mencintai kebudayaan sendiri. â€Semangat kraton sangat merakyat, paling tidak lewat sinergi kraton-UGM ini akan mengembalikan UGM kepada rakyatnya dengan sebutan universitas nDesa yang membangggakan,†ungkapnya.
Seminar setengah hari yang diselenggarakan Pengurus Pusat Kagama ini menghadirkan pembicara Pengageng Tepas Dwarapura Kraton Yogyakarta, KRT Jatiningrat, dan Dosen Filsafat UGM, Drs. Slamet Soetrisno, M.Si. (Humas UGM/Gusti Grehenson)