Di saat masa reses, sejumlah anggota Komisi X DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Universitas Gadjah Mada. Kunjungan diterima Rektor, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D di ruang Balai Senat, Selasa (24/4), dan rombongan komisi X DPR RI dipimpin Prof. DR. H. Mahyuddin NS., Sp.,OG. (K).
Terkait kunjungan, Mahyuddin mengaku ingin meminta masukan terkait RUU Pendidikan Tinggi dan RUU Pendidikan Kedokteran. Bahwa kedua RUU diundur pengesahannya disebabkan masih menyimpan sejumlah hal belum tuntas pembahasan. “Dua rancangan UU ini sesungguhnya sudah disahkan dalam rapat paripurna beberapa waktu lalu, tapi karena fungsi pendidikan tinggi memiliki fungsi di kementerian lain, jadi yang menggunakan anggaran dari kementerian pendidikan itu ada 7 dari departemen/ lembaga lain, menjadikan koordinasinya belum begitu solid, maka menteri minta untuk diundurkan,’ ujar Mahyuddin.
Beberapa masukan UGM yang diharapkan, diantaranya terkait pasal 50 ayat (2) yang menyebut perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya, dan pasal 24 ayat (3) tentang perguruan tinggi yang dapat melibatkan partisipasi dari masyarakat, dan pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip-prnsip akuntabilitas publik. “Juga tentang penyelenggaraan pendidikan nirlaba. Itulah hal-hal yang perlu saya sampaikan dan penting,” katanya.
Sedangkan terkait rancangan Pendidikan Kedokteran, maka penyelenggaraan pendidikan dokter menurut RUU Pendidikan Kedokteran sudah tegas menyatakan harus berada di tingkat fakultas. “Sehingga, kelak tidak ada lagi membuka program studi kedokteran atau kedokteran gigi, semua harus fakultas. Jika selama ini bisa mengampu kepada fakultas yang serumpun, nanti tidak ada lagi begitu langsung fakultas. Makanya universitas dapat membentuk fakultas tersebut dengan segala kelengkapannya,” tambah Mahyuddin.
RUU Pendidikan Kedokteran menyebut rumah sakit pendidikan harus ditetapkan terlebih dahulu,yaitu sebuah rumah sakit yang memenuhi standar dan disusun oleh kolekium bersama-sama KKI (konsil Kedokteran Indonesia). Rumah sakit tersebut dinamakan rumah sakit utama. “Sesungguhnya terkait rumah sakit utama ini sudah banyak masukan dari Jogja. Mereka mengusulkan jumlah rumah sakit utama tidak hanya satu, sehingga jika belum memiliki rumah sakit yang menyerupai rumah sakit utama, ia bisa bekerjasama dan menjadi rumah sakit jejaring,” terang Mahyuddin.
Tampak hadir dalam pertemuan ini para pimpinan universitas dan dakultas, pengelola Kopertis dan Aptisi Yogyakarta. Sedangkan rombongan komisi X DPR RI antara lain Rinto Subekti, SE., M.Si, Drs. Parlindungan Hutabarat, Jefirston R. Riwu Kore, Dra. Hj. Harbiah Salahuddin, M.Si FPG, H.M. Nasrudin, SH, Ferdiansyah, SE.,MM FPG, Nyoman Dhamantra, Itet Tridjajati Sumarijanto, Asdy Narang, SH, M.Comm., Law, H.TB. Soenmandjaja, SD, H. Achmad Zainuddin, Lc, Ir. Memed Soesiawan, H. Nasrullah, S.IP, Eko Hendro Purnomo, Drs. M Hisyam Alie dan Muh. Hanif Dhakiri. (Humas UGM/ Agung)