SAR daerah Bantul mencatat kurun waktu 1991-2002 terjadi 230 kecelakaan laut. Angka kecelakaan tersebut telah memakan korban tewas 80 orang, 13 korban hilang, dan 137 korban selamat. Angka kecelakaan laut tertinggi terjadi di Pantai Parangtritis dan diyakini akan tetap terjadi di pantai ini. Meski menyimpan pesona daya tarik wisata, Pantai Parangtritis juga menyimpan bahaya laten kecelakaan, yakni adanya arus pantai yang dapat menyeret wisatawan ke laut. Terlebih pada saat hari libur, pantai ini banyak dikunjungi wisatawan sehingga dibutuhkan kewaspadaan.
Menurut Lilis Suryani, mahasiswi Fakultas Geografi UGM, kecelakaan laut terjadi karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran wisatawan akan bahaya arus pantai. Sementara itu, para pemangku kebijakan cenderung menggunakan pendekatan kuratif, yakni pendekatan sebatas upaya penyelamatan dan mencari pada saat korban terseret arus pantai. Selain itu, terdapat sisi kultural yang kuat dibandingkan dengan sisi ilmiah dalam upaya menjelaskan kejadian kecelakaan laut, seperti keyakinan mitos tentang Nyi Roro Kidul. “Padahal, sesungguhnya arus pantai yang sering menimbulkan korban di Pantai Parangtritis adalah rip current atau arus sibak,” kata Lilis, di kampus UGM, Senin (7/5).
Arus sibak merupakan aliran balik yang sangat kuat melewati celah sempit berbentuk arus panjang menuju lepas pantai. Arah pergerakan arus ini berupa sirkulasi memutar yang bergerak ke bibir pantai dan kembali lagi ke laut lepas. Arus ini merupakan arus kuat dengan kecepatan yang mencapai dua meter per detik. “Memang upaya menyelamatkan korban yang terseret arus bisa menjadi salah satu upaya. Namun, akan lebih baik bila upaya-upaya tersebut dilakukan dengan pendekatan preventif,” katanya.
Oleh karena itu, untuk menekan angka kecelakaan laut di Pantai Parangtritis, Lilis bersama dengan Meidawati Rahayuningsih (Fakultas Geografi), Wigatiningsih (Fakultas Kehutanan), Septia Deofy Lesmana (Fakultas Teknik), dan Nicko Rizqi Azhari (Fakultas Isipol) melakukan upaya-upaya preventif dengan menggelar pementasan wayang orang berjudul ‘Werkudara Nantang Segara’ belum lama ini. Melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian pada Masyarakat (PKM-M) yang didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), mereka melakukan edukasi guna menumbuhkan pengetahuan masyarakat dan wisatawan di kawasan Pantai Parangtritis tentang bahaya dan kewaspadaan terhadap arus sibak.
Pentas wayang di Joglo Parangtritis ini merupakan upaya preventif untuk mengurangi angka kecelakaan laut akibat rip current di Pantai Parangtritis. Melalui program ini diharapkan akan terjadi transfer pengetahuan mengenai arus sibak pada masyarakat dan wisatawan sehingga timbul kewaspadaan. “Kita berharap melalui program ini, angka korban kecelakaan laut akibat arus sibak semakin menurun dan di dalam masyarakat terbentuk kesadaran dan kepedulian akan bahaya arus sibak,” terang Lilis.
Wayang orang dipilih sebagai sarana sosialisasi karena pertimbangan preferensi kultural masyarakat sekitar pantai, juga keunikan yang diharapkan mengundang wisatawan datang ke Parangtritis. Agar semakin menambah daya tarik masyarakat dan wisatawan, pentas wayang melibatkan mahasiswa-mahasiswa asing yang tengah belajar di UGM sebagai pemain wayang.
Cerita dan materi wayang untuk keselamatan pantai disampaikan secara jenaka menjadikan penonton tidak cepat bosan. Sebagai keberlanjutan program, UGM menjalin kerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bantul untuk secara rutin menggelar pentas wayang di Parangtritis. “Dengan melibatkan mahasiswa-mahasiswa dari Australia dan Kanada, pentas wayang semakin menarik dan lucu. Setelah program ini selesai, kelompok-kelompok seni yang lain sering tampil di Pantai Parangtritis sehingga bisa ikut serta menjadi agen transfer pengetahuan mengenai bahaya arus sibak,” pungkas Lilis Suryani. (Humas UGM/ Agung)