Siapa yang tak kenal Sumanto? Warga Purbalingga ini sempat menggegerkan masyarakat Indonesia karena hobinya yang cukup aneh, memakan mayat manusia. Namun, Anda tidak usah merasa cemas. Sumanto yang satu ini tidak akan memburu atau memakan manusia, tapi justru akan membiarkan Anda untuk menyantapnya. Penasaran?
Sumanto yang ini adalah es sumsum limbah pelok mangga tuo (es sumanto), inovasi produk olahan dari pelok mangga, begitu biasanya masyarakat Jawa menyebut biji buah mangga ini. Lahir dari tangan-tangan kreatif sejumlah mahasiswa UGM, Fajri Harum Rahmawati (Teknologi Industri Pertanian/2008), Ika Kartikawati (Teknik Industri/2010), M. Irfan Anshory(Teknik Mesin/2008), dan Titin Haryanti (Budidaya Hutan/2008), limbah yang tidak banyak dimanfaatkan itu diolah menjadi produk yang dapat dikonsumsi masyarakat dan tentunya juga bernilai ekonomis.
Fajri Harum mengatakan limbah pelok selama ini belum dimanfaatkan oleh masyarakat dan hanya berakhir di tempat sampah. Padahal, di Indonesia pelok mangga jumlahnya sangat melimpah, yakni 1 juta ton per tahun, dan yang dapat dimanfaatkan setidaknya sekitar 200 ribu ton per tahun. “Selama ini belum ada yang memanfaatkan ataupun mencoba mengolahnya. Padahal, di dalamnya kaya akan vitamin C, senyawa tannin dan flavonoid yang merupakan anti oksidan sebesar 18 persen, kaya serat dan rendah lemak. Jadi, sayang jika tidak dimanfaatkan,“ kata Fajri, Selasa (15/5).
Fajri berharap pengolahan pelok menjadi sebuah produk minuman ini mampu membuka wawasan masyarakat bahwa pelok ternyata dapat diubah menjadi produk yang memiliki nilai jual. Selain itu, dengan memanfaatkan pelok mangga, polusi yang timbul dari limbah-limbah pelok ini dapat dikurangi. Setelah mendapatkan dana hibah sebesar 5 juta rupiah dari Dikti melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K), keempat mahasiswa tersebut bergerak mengolah limbah pelok mangga menjadi es sumanto.
Lebih lanjut disampaikan gadis kelahiran Rembang, 13 Januari 1991 ini, untuk dapat dinikmati menjadi es sumanto, pelok mangga dibuat menjadi tepung terlebih dahulu. Langkah awal untuk membuat tepung adalah pelok dibersihkan dan dikupas. Selanjutnya, pelok diiris tipis-tipis dan diblender. Hasil blenderan diekstrak untuk memisahkan padatan pelok yang masih kasar dengan yang halus.
Berikutnya, padatan pelok halus yang masih tercampur dengan air diambil dan diendapkan sekitar setengah hari. Setelah mengendap, air dibuang, sedangkan padatan pelok halus dikeringkan langsung di bawah sinar matahari selama 1 hari. Usai dikeringkan, hasilnya dihaluskan sehingga didapat tepung pelok mangga sebagai bahan untuk membuat bubur sumsum. “Dari 1 kilogram pelok mangga bisa didapat sekitar ¼ kilo tepung pelok mangga,†tutur gadis berjilbab ini sembari menambahkan pelok yang digunakan diperoleh secara gratis dari sejumlah penjual jus dan rumah makan di sekitar Jogja.
Tepung pelok mangga kemudian dicampur dengan tepung beras, santan, gula, dan air, dimasak hingga mengental menjadi bubur sumsum. Penambahan tepung beras dalam adonan dimaksudkan agar adonan yang diperoleh dapat mengental sempurna.
Disebutkan Fajri bahwa untuk membuat 1 adonan bubur sumsum dibutuhkan 3 sendok makan tepung pelok mangga, 3 sendok makan tepung beras, 500 ml air, serta santan dan gula pasir secukupnya. Dari adonan tersebut dapat dihasilkan 3 hingga 4 cup es sumanto ukuran 200 gram. “Untuk 1 cup kami jual Rp4.000,00,†ujar Fajri.
Agar lebih nikmat, Fajri memberikan tambahan sirup ke dalam es sumanto. Untuk sementara, varian rasa sirup yang ditawarkan adalah kawista (buah dari daerah Rembang), coco pandan, jeruk, dan mangga. “Yang paling digemari pembeli adalah dengan tambahan sirup rasa kawista dan coco pandan,†jelasnya.
Agar tampilannya menjadi lebih menarik, diberikan pula topping seperti nata de coco dan meises di atasnya. Tertarik mencicipi? Silakan datang ke Pasar Minggu Pagi UGM (Sunmor). Anda langsung dapat menikmati segarnya es ini sembari menikmati suasana UGM di Minggu pagi. (Humas UGM/Ika)