YOGYAKARTA-Bisnis perunggasan di Indonesia cukup menjanjikan meskipun masih perlu didongkrak. Menurut penuturan Kasubdit Ternak Potong Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Ir. Wignyo Sadwoko,MM, Indonesia saat ini tengah berada pada taraf swasembada unggas khususnya di dunia peternakan. Wignyo memberikan gambaran pertumbuhan rata-rata produk unggas antara tahun 2008-2011 mencapai 6,3% untuk daging dan 2,7% untuk telur.
“Untuk daging kita sudah bisa menyediakan 70% dari produk unggas ini,â€kata Wignyo pada Seminar Nasional Peranan Unggas untuk Kesejahteraan Indonesia di Fakultas Peternakan UGM, Minggu (20/5).
Wignyo menjelaskan dari sisi populasi dan produksi unggas Indonesia sudah mencukupi. Namun, masih ada beberapa hal yang perlu dibenahi seperti rendahnya tingkat konsumsi masyarakat, masih impornya bibit Grand Parent Stock (GPS) dari luar negeri serta kemungkinan masuknya produk unggas seperti ayam dari luar negeri.
“Tingkat konsumsi masyarakat kita masih rendah dibandingkan Filipina dan Singapura. Di sisi lain Brazil misalnya sudah mulai menawarkan produksi ayamnya masuk ke Indonesia,â€paparnya.
Dengan kondisi tersebut Wignyo menegaskan pemerintah akan segera melakukan beberapa kebijakan seperti perbaikan kondisi bibit, penguatan status kesehatan hewan, maupun penguatan infrastruktur pendukung seperti SDM dan permodalan.
Sementara itu Dr.Ir.Gunawan, MS, dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) mengakui ternak khususnya sapi dan ayam belum masuk ke dalam 10 komoditas strategis dan unggulan ekspor. Gunawan menyebutkan empat komoditas pangan strategis, yaitu beras, jagung, kedelai, dan tebu gula. Selain itu enam komoditas pangan andalan ekspor meliputi kelapa sawit, teh, kopi, kakao, udang dan tuna.
“Dua komoditas ternak pendukung perbaikan gizi masyarakat khususnya sapid an ayam belum masuk 10 komoditas strategis dan unggulan ekspor. Ini yang harus kita dorong,â€tegas Gunawan.
Hampir senada dengan Wignyo, Gunawan juga mengatakan peran ayam ras dalam produksi daging ayam dan telur sudah cukup besar, meskipun untuk bibit GPS masih impor dari beberapa negara. Disamping itu unggas Indonesia, imbuh Gunawan, belum bebas dari penyakit seperti flu burung. Untuk itu Gunawan mengusulkan agar impor GPS dikendalikan sesuai kebutuhan (demand). Selain itu impor Parent Stock (PS) dibatasi dan dapat dilakukan jika Final Stock (FS) belum tercukupi di pasar.
“Rencanakan jumlah pemasukan bibit dan jaga keseimbangan antara supply dan demand,â€harap Gunawan (Humas UGM/Satria AN)