Universitas Gadjah Mada (UGM) bekerja sama dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI menggelar talkshow ‘Empat Pilar Goes to Campus’. Kegiatan yang berlangsung di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri UGM ini merupakan penyelenggaraan keempat setelah berlangsung di Universitas Indonesia (UI), Universitas Padjadjaran, dan Universitas Diponegoro (Undip).
Wakil Ketua MPR RI, Lukman Hakim Saefudin, mengatakan perjalanan demokrasi di tanah air berkembang dinamis pascareformasi. Sesuai dengan amanah konstitusi, jika dulu segala keputusan terpusat di Jakarta, kini seiring dengan desentralisasi, daerah memiliki otonomi luas. “Kita bisa catat, daerah seperti Yogyakarta memiliki kekhususan. Sesuai UUD 1945 Pasal 18 b, negara jamin kekhususan daerah tertentu, seperti juga untuk Aceh, DKI Jakarta, tidak harus seragam, sesuai dengan pilihan masyarakatnya,” kata Lukman Hakim dalam sesi dialog “Empat Pilar Goes to Campus”, Senin (21/5).
Terkait dengan jabatan gubernur, misalnya, sesuai dengan Pasal 18 UUD 1945 Ayat 4, pejabat gubernur dipilih secara demokratis sehingga pilihan apapun yang mewakili kehendak masyarakat dapat dibenarkan. Lukman Hakim Saefudin menyebutkan jika rakyat Yogyakarta menghendaki gubernurnya tidak dipilih secara langsung, hal itu harus dihormati. “Apapun pilihan rakyatnya, kita harus hormati. Itu sesuai dengan semangat demokrasi,” kata Lukman.
Melalui dialog yang membahas empat pilar, yakni Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika, demokrasi yang menjadi pengikat bangsa perlu terus dirawat. Berdemokrasi berarti juga mengedepankan konsensus. Demokrasi bukan alat pembenaran untuk berbeda, melainkan bagaimana konsensus dan kesepakatan yang diraih saat ada perbedaan. “Lewat demokrasi, ada pengaturan urusan pusat dan daerah harus seiring guna akselerasi pembangunan yang merata di seluruh negeri,” katanya.
Lukman Hakim menambahkan dalam iklim demokrasi disebutkan negara harus hadir karena demokrasi selalu membutuhkan spirit di dalam masyarakat yang sadar hukum, dewasa, dan memahami hak-haknya. “Negara harus buat aturan, norma, adil, tidak diskriminatif, melindungi minoritas, dan menjamin yang mayoritas tidak berbuat semena-mena. Negara hadir di tengah pertikaian meski berbeda aspirasi. Alat-alat negara harus tetap jaga pilihan demokrasi,” tambah Lukman.
Prof. Dr. Pratikno, Rektor UGM terpilih, menuturkan dalam praktik demokrasi terdapat ‘check and balance’ sehingga dengan model presidensiil yang dianut saat ini sudah sewajarnya selalu ada kontrol terhadap kekuasaan. Kini tidak ada lembaga negara yang kedudukannya lebih tinggi dari lembaga lain.
Permasalahannya sekarang, Indonesia perlu menyederhanakan sistem kepartaian yang ada. Presidensiil dalam pengertian berkuasa penuh atas eksekutif kini sulit dikontrol karena terlalu banyak kepentingan partai. Dibutuhkan sistem kepartaian yang sederhana. “Kita sekarang butuh menyederhanakan sistem kepartaian,” kata Pratikno. (Humas UGM/ Agung)