Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM kembali meluluskan 73 dokter hewan baru. Upacara pelantikan berlangsung di University Club UGM, Rabu (24/5), dipimpin oleh Dekan FKH UGM, Prof. Dr. drh. Bambang Sumiarto. Sebanyak 73 dokter hewan yang dilantik terdiri atas 41 pria dan 32 wanita, dengan masa studi rata-rata profesi 1 tahun 3 bulan.
Lulusan dokter hewan terbaik diraih oleh Imron Rosyiadi, mantan Ketua BEM FKH, dan lulusan termuda diraih Rian Hari Suharto dalam usia 23 tahun 2 bulan. “Dengan 73 dokter hewan baru, maka hingga saat ini jumlah lulusan FKH UGM mencapai 4.078 lulusan. Dari data itu berarti sepertiga dokter hewan yang ada di Indonesia merupakan lulusan FKH UGM,” ujar Dekan saat memberi kata sambutan.
Menurut Dekan, tren kebutuhan dokter hewan yang meningkat dari tahun ke tahun diharapkan tidak meninabobokkan lulusan FKH UGM. Beberapa dekade terakhir, kecepatan melahirkan dokter hewan tetap tidak dapat memenuhi tuntutan kebutuhan profesi. “Karenanya saya mengingatkan bahaya sindrom cepat puas diri yang menggerogoti dan membekap kita. Hal itu bisa menurunkan tingkat kompetensi dalam persaingan yang semakin ketat dan akan membenamdasarkan profesi dokter hewan,” katanya.
Dengan merasa cepat puas tentu tidak menumbuhkan rasa untuk bersaing. Padahal, profesi dokter hewan merupakan perpaduan hard skill dan soft skill yang menjadikan profesi ini berani untuk berpikir kreatif dan melakukan hal-hal yang berbeda dengan orang lain. “Tanpa menyalahi kaidah-kaidah profesi, maka dengan berbeda dan kreatif diharapkan dapat meraih kesuksesan ganda, baik sebagai seorang praktisi maupun seorang entrepreneurship,” jelasnya.
Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia, Dr. Wiwiek Bagja, berharap semua yang memasuki dunia kedokteran hewan diharapkan untuk mengikuti informasi yang selalu up to date dan tantangan yang juga up to date. Banyak peluang dan tantangan yang dapat diraih setelah lulus, seperti meniti karier di Kementerian Kehutanan, Direktorat Jenderal PHKA. “Departemen ini jelas membutuhkan lulusan FKH untuk menangani satwa-satwa liar dan hewan konservasi yang harus dilestarikan di Balai Konservasi Sumberdaya Alam,” ujar Wiwiek Bagja.
Demikian pula Kementerian Kelautan, yang senantiasa membutuhkan profesi-profesi dokter hewan untuk menangani hewan-hewan aquatik, marine animals, di Direktorat Kesehatan Ikan maupun di Karantina Ikan. Terlebih lagi, Indonesia saat ini menjadi negara kelautan yang mulai melakukan ekspor untuk pangan yang bersumber dari laut dan harus bersertifikat sehat. “Belum lagi di berbagai pusat research, litbang, dalam kaitan penggunaan hewan uji, tentu hanya dokter hewan yang bisa menetapkan. Juga mereka yang mau bekerja di publik health kesmavet, patologi, akupuntur, hingga berbagai praktisi,” katanya lagi. (Humas UGM/ Agung)