Prinsip kehati-hatian dalam sistem pengaturan dan pengawasan perbankan di Indonesia hingga saat ini belum dimaknai secara seragam. Perbedaan pemaknaan tersebut berpengaruh dalam pengaturan sistem pengawasan perbankan. “Sistem pengaturan dan pengawasan perbankan di Indonesia memiliki sejumlah kelemahan, salah satunya terlihat dari pemaknaan yang masih berbeda-beda terhadap prinsip kehati-hatian dalam sistem pengaturan dan pengawasan perbankan. Perbedaan pemberian makna terhadap prinsip kehati-hatian ini dapat menimbulkan masalah saat pengaplikasiannya,†kata Drs. Paripurna P. Sugarda, S.H., M.Hum., LL.M., staf pengajar Fakultas Hukum UGM, saat melaksanakan ujian terbuka program doktor, Rabu (20/6) di Fakultas Hukum UGM. Dalam kesempatan itu, Paripurna memaparkan disertasi berjudul “Pengaturan Sistem Pengawaan Perbankan Berdasarkan Prinsip Kehati-hatian di Indonesiaâ€.
Dalam UU Perbankan Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan UU Nomor 10 tahun 1998 dirumuskan prinsip kehati-hatian hanya dalam lingkup sempit, yakni dalam hal bank menjalankan usahanya. Sementara itu, masalah kesehatan bank menjadi aspek yang berada di luar ranah prinsip kehati-hatian. Dalam perjalanannya, perumusan prinsip kehati-hatian mengalami pergeseran, tidak lagi hanya mengenai kegiatan usaha bank, tetapi juga memperhitungkan aspek kesehatan bank yang tercermin dalam UU Nomor 23 Tahun 1999 dan UU Nomor 3 Tahun 2004. Kesehatan bank dicapai dengan mengendalikan dan mengatasi risiko kegiatan usaha bank serta pada saat yang sama menjamin kecukupan ketersediaan modal sebagai penyangga risiko tersebut. “Adanya dua perumusan prinsip kehati-hatian yang berbeda tersebut kurang mendukung penggunaan prinsip kehati-hatian sebagai asas hukum,†jelasnya.
Paripurna menyebutkan apabila perbedaan pemberian makna ini tidak segera diatasi dalam pengaturan sistem pengawasan perbankan, akan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Oleh sebab itu, perlu ada perumusan kembali terhadap prinsip kehati-hatian ini. “Dalam pengaturan dan pengawasan perbankan ke depan seyogianya prinsip kehati-hatian dirumuskan secara konsisten sehingga lebih bisa menjamin kepastian hukum. Prinsip ini seharusnya dipatuhi dalam upaya menjaga kecukupan modal terhadap profil risiko bank dalam pengambilan keputusan pengelolaan bank sehingga bank selalu dalam keadaan sehat,†ujar pria kelahiran Yogyakarta, 21 September 1957 ini.
Ditambahkan Paripurna bahwa pengaturan pengawasan perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian seharusnya merupakan praktik dan ukuran yang dibuat oleh otoritas perbankan. Hal tersebut dilakukan dalam usaha memelihara kesehatan institusi perbankan dalam pengawasan administratifnya. (Humas UGM/Ika)