Sejarawan UGM Prof Dr Suhartono menegaskan sistem masyarakat feodal yang terwarisi sampai sekarang merupakan benih awal berseminya korupsi sebagai penyakit sosial orang Indonesia. Secara historis, diungkapkan Suhartono, munculnya perilaku korupsi adalah kokohnya birokrasi kerajaan di Indonesia hingga masa kolonial.
“Sistem sosial feodal yang belaku dan berakar dalam masyarakat dengan munculnya birokrasi tradisional yang dibina oleh kerajaan-kerajaan khususnya kerajaan agraris feodal saat itu telah memberi dasar pemerintahan kerajaan yang berlaku di seluruh nusantara,†kata Suhartono dalam Seminar Hasil Penelitian Lintas Klaster Bidang Humaniora, Selasa (26/8) di ruang Balai Senat UGM..
Dalam penelitian Suhartono, kronologis korupsi yang terjadi di Indonesia berhubungan dengan struktur masyarakat yang ada, keberlangsungan secara sosio-kultral hampir tidak mengalami perbahan secara signifikan sehingga korupsi dapat berlangsung terus selama puluhan abad.
Menurut Guru Besar Faultas Ilmu Budaya (FIB) UGM ini, sejak dari masa pemerintahan kolonial sampai menjelang akhir periode tersebut, koruptor sejati adalah pemerintah. Bangsawan dan priyayi melakukan korupsi dengan cara-cara tradisional.
“Wong cilik tidak melakukannya, tetapi di masyarakat masih hidup cara korupsi tradisional dalam lingkup yang kecil,†ungkapnya.
Suhartono menambahkan, korupsi dalam pengertian tradisional dianggap wajar dan tidak dipermasalahkan karena semua hak dimonopoli secara sepihak oleh penguasa sehingga tidak ada kekuatan kontrol secara eksternal.
Namun setelah kemerdekaan, peran birokrat kolonial diganti oleh birokrasi. Selanjutnya, praktek korupsi masih tetap hidup dan terus dilakukan. Baik dilingkup pemerintahan maupun dalam struktur masyarakat sipil non pemerintahan.
“Politik dan kekuasaan yang dimiliki oleh kaum birokrat memasuki era kemerdekaan mempunyai peluang besar untuk melakukan tindakan korupsi. Hal ini didukung oleh sistem sosisl terdahulu, warisan para birokrat kolonial,â€imbuhnya.
Peluang korupsi para birokrat menurut Suhartono tersebut muncul karena selaku pemegang kekuasaan dalam pemerintahan memiliki wewenang dalam mengelola anggaran keuangan. Meskipun demikian, di masa pasca kemerdekaan mulai ditegakkan terutama aspek yuridis dalam upaya mereduksi pelaku korupsi.
Saat ini, warisan feodal yang berupa pola pikir dan mentalitas yang lebih menguntungkan diri sendiri, keluarga dan kelompoknya tentu saja tidak terasa sudah merasuk pada generasi yang mewarisinya. Bahkan unsur budaya kolonial yang mengedepankan status atau kedudukan tercermin pada perilaku dan tindakan dalam struktur sosial masyarakat indonesia sekarang ini.
“Gejala ini menjiwa dalam kepribadian penguasa, sehingga gaya hidup yang melingkupinya menempatkan materi sebagai piranti simbol dan kekuasaan,†tandasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)