Bagi penyelenggara PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) beberapa hal terkait pendidikan tersebut perlu diperhatikan. Bahwa persepsi mereka tentang PAUD selama ini sudah seharusnya diluruskan.
Menurut pendapat Dra Sumirah MPd, PAUD bukan untuk”mendinikan sekolah” dengan mengajarkan hal-hal yang belum saatnya. Bahwa PAUD diselenggarakan semestinya sesuai dengan tahap perkembangan dan potensi masing-masing anak.
“PAUD diajarkan melalui cara bermain, dengan begitu tidak merampas haknya. Semua itu untuk melejitkan semua potensi anak, dari motorik, bahasa, kognitif, emosional dan sosial dengan mengedepankan kebebasan memilih, merangsang kreativitas dan penumbuhan karakter,” ujar Sumirah staf Dinas Pendidikan DIY saat berlangsung Lokakarya Pendampingan PAUD, Minggu (31/8) di Fakultas Psikologi UGM.
Dikatakannya, PAUD memberikan lingkungan yang kaya akan rangsangan indera, yang dirancang secara sadar dan terencana, yang dilakukan orang dewasa (orangtua/pendidik) agar seluruh potensi anak dapat berkembang secara optimal.
Oleh karena itu dalam parkteknya, jelasnya, prinsip-prinsip PAUD berorientasi pada kebutuhan anak. Segala kegiatan harus ditujukan pada kebutuhan anak sebagai individu. Selain itu, kegiatan belajar dilakukan melalui sarana bermain.
“Dengan bermain anak akan melakukan eksplorasi, sehingga dapat menemukan pengetahuan dari benda-benda yang dimainkannya,” jelas Sumirah.
Prinsip lain yang harus dilakukan adalah merangsang munculnya kreativitas dan inovasi. Kreativitas dan inovasi, katanya, tercermin melalui kegiatan yang membuat anak tertarik, fokus, serius dan konsentrasi.
Oleh karena itu, perlu menyediakan lingkungan yang mendukung proses belajar. Lingkungan harus diciptakan menjadi lingkungan yang menarik dan menyenangkan bagi anak selama mereka bermain.
Pendapat senada disampaikan Ketua Team Ad Hoc Penyelenggaraan PAUD Prof Dr Endang Ekowarni. Menurutnya, perlu untuk menentukan kriteria minimal tentang sistem layanan PAUD. Bagi para pengelola PAUD perlu diberikan pedoman dalam penyelenggaraan layanan.
“Acuan tersebut mengatur berbagai perihal dalam pengembangan, pembinaan dan pelaksanaannya. Perlu untuk membantu masyarakat menyelaraskan persepsi atau pandangan mengenai PAUD serta melakukan penilaian terhadap mutu layanan pendidikannya,” ungkap staf pengajar Fakultas psikologi UGM ini.
Selain penerapan manajemen berbasis masyarakat yang ditunjukkan dengan adanya kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan akuntabilitas, maka demi menjamin kesinambungan pelaksanaan PAUD maka setiap lembaga PAUD seharusnya memiliki status yang jelas dalam pengelolaannya jika ia dikelola perorangan, masyarakat, swasta, LSM maupun pemerintah.
“Oleh karenanya lembaga PAUD perlu memiliki pedoman yang mengatur kurikulum, kalender pendidikan, tata tertib serta mekanisme pengawasannya,” tandas Prof Endang. (HumasUGM)