Yogya, KU
Staff Khusus Presiden SBY di bidang hukum Dr Denny Indrayana menegaskan, sulitnya memberantas praktik korupsi yang dilakukan para mafia peradilan saat ini dikarenakan belum berhasilnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap para hakim agung sebagai aktor utama pelaku korupsi.
“Sebenarnya kita butuh aktor utama yang perlu ditangkap oleh KPK, terutama hakim agung, yang selama ini terlibat dalam mafia peradilan,†ungkap Denny dalam diskusi ‘Clean Government’, di Gedung Univercity Club (UC) UGM, Senin (8/9).
Menurut mantan Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi UGM ini, selaku staf khusus presiden dirinya sepenuhnya memberi dukungan kepada KPK untuk mengungkapkan kasus korupsi di lembaga Mahkamah Agung. Namun apabila KPK sulit membuktikannya, imbuh denny, dirinya akan mengajak presiden untuk turun langsung dalam upaya mengungkap kasus korupsi di lembaga tinggi negara tersebut.
“Ini bisa dilakukan kalo presiden mau ambil alih komando,†kata Denny yang mengaku baru satu minggu bekerja di istana.
Diakui Denny, upaya untuk memberantas praktik mafia peradilan ini perlu dilakukan dalam rangka menciptakan kultur hukum yang berkeadilan dan bebas korupsi. Padahal kultur hukum merupakan tiga faktor yang menentukan keputusan hukum selain struktur hukum dan regulasi hukum.
“Sementara yang hilang saat ini adalah kultur hukum dalam pengambilan putusan hukum,†ujarnya.
Pakar hukum tata negara UGM ini, sempat menyinggung jumlah para hakim agung yang betul-betul bersih dan bebas dari korupsi sangat sedikit sekali. Karena para hakim agung ini kebanyakan melakukan praktik korupsi dalam menangani kasus korupsi.
“Yang dilakukan hakim ini dosanya cukup besar sekali, ibarat makan daging babi yang dianggap haram tetapi babi yang ia makan sedang hamil tiga anak babi di perutnya,†imbuhnya.
Dengan sedikit berguyon, Denny mengatakan jika sebelumnya koleganya di UGM yang pernah duduk sebagai hakim agung pernah melemparkan guyonan bahwa hanya sepertiga hakim agung yang akan masuk surga, namun saat ini menurut pandangan Denny justru sebaliknya, hanya satu per sepuluh hakim akan masuk surga, dua per sepuluh masuk neraka, sementara sisanya tujuh per sepuluh tidak akan diterima oleh neraka. (Humas UGM/Gusti Grehenson)