Yogya, KU
Pengamat politik UGM AAGN Ari Dwipayana, SIP, MSi menilai situasi partai politik peserta pemilu saat ini lebih terfragmentasi dibanding pemilu 2004 karena hampir semua partai mengalami perpecahan. Menurutnya, kondisi ini menjadikan masing-masing partai mengalami masalah terhadap basis pemilih tradisional mereka yang kemungkinan bisa beralih ke partai lain dan partai berisiko tidak mampu menggarap pemilih berayun (swing voter) atau pemilih yang bukan partisan.
“Masing-masing partai yang mengalami fragmentasi ini menimbulkan efek pada basis pemilih tradisional mereka untuk beralih ke partai lain. Namun ini masih sangat tergantung kemampuan partai untuk menempuh batas-batas pemilih tradisional mereka,†kata Ari Dwipayana, Jumat (12/9) di Kampus UGM.
Staf Pengajar Fisipol UGM ini menilai, kecenderungan jumlah pemilih berayun (swing voter) dalam pemilu 2009 semakin banyak, bahkan pemilih yanga ada saat ini bukan hanya memilih sebagai pemilih berayun tapi juga berani mengambil sikap golput, diperkirakan sekitar 30-40 persen dari jumlah pemilih.
“Partai-partai yang ada sekarang ini harusnya mengaet pemilih yang golput tersebut bukan hanya pemilih tradisional mereka,†imbuhnya.
Disamping tetap memelihara pemilih basis tradisional atau konstituen, tambah Ari, partai politik disarankan juga harus berusaha memperoleh dukungan pemilih yang beralih ini yang kini cenderung bersikap golput atau memilih partai lain karena pemilih yang beralih ini menurutnya akan memilih partai yang secara rasional yang kritis, mereka juga akan memilih partai dengan melihat track record kandidat.
Namun demikian, menurut pengamatan Ari Dwipayana, dirinya belum bisa memprediksi partai mana yang nantinya akan mampu mengambil pemilih yang beralih ke golput tersebut bahkan dirinya khawatir jika partai politik tidak mampu menarik perhatian pemilih ini, maka jumlah golput jauh akan lebih tinggi lagi di pemilu 2009.
Saat ditanya partai mana yang akan memiliki peluang dalam memenangkan pemilu 2009, menurutnya sangat sulit diprediksikan karena kompetisi antara partai besar dan menengah masih cukup berimbang.
“Menjadi penentu adalah partai yang menggarap swing voter dan golput ini,†kata Ari.
Menurut Ari, partai Golkar dan Demokrat sangat sulit untuk menarik perhatian swing voter karena kredibilitas kedua partai pemerintah ini semakin turun seiring memburuknya kinerja pemerintah.
“Bisa saja partai baru akan mengambil peluang dari menurunya suara dari Golkar dan Demokrat akibat beralihnya pemilih ke partai lain,†kata Ari.
Ari juga sempat menyinggung sistem tata cara pemilihan dengan cara menandai kartu suara (mencontreng) oleh pemilih sebagai ganti mencoblos, diakui Ari sangat berisiko menyebabkan banyaknya kartu suara yang rusak akibat minimnya sosialisasi kepada pemilih sebelumnya.
“Selama ini orang tahunya mencoblos, sampai saat ini tidak ada upaya yang masif dari KPU untuk sosialisasi lebih lanjut, bahkan KPU lebih memilih pergi keluar negeri, padahal ini sesuatu hal yang sangat penting yang harus diinformasikan kepada pemilih,†katanya.
Persoalan tidak hanya menandai kartu suara dengan cara mencontreng, namun harus diberikan ruang yang lebih luas kepada pemilih, tidak hanya dimaknai dengan hanya melingkari pilihan yang ada di kertas suara.
“Mestinya pemilih diberi keleluasaan saat memberikan tanda pada kartu suara agar sah, karena pemilih tidak punya informasi yang cukup tentang ini yang akhirnya akan mencoblos,†ungkapnya.
Meski tidak harus seragam, kata Ari, namun yang terpenting pemilih memberikan tanda pada kartu suara karena waktu sosialisasi sangat mepet apalagi masih ada ide dari beberapa kalangan untuk merubah konsep tersebut. Apalagi sistem baru ini sangat sulit untuk diterapkan pada pemilih yang minim mendapatkan pendidikan politik.
“Kurangnya pendidikan politik dan keleluasaan dalam memilh, tentunya perlu dipikirkan untuk menghindari suara yang yang rusak, bayangkan dengan pemilih yang berada di pedalaman Papua atau Kalimantan untuk mengetahui sistem memilih yang baru ini, maka setidaknya harus ada proses untuk mengenalkan sistem ini,†katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)