Yogya, KU
Peneliti Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS) Pascasarjana UGM Prof Dr Achmad Mursyidi mengaku prihatin dengan insiden zakat di Pasuruan yang menewaskan 21 orang. Menurutnya, korban yang tewas akibat pembagian zakat ala haji Syaikon seharusnya tidak akan terjadi apabila pembagian zakat tidak dilakukan dengan cara mengundang orang-orang, sebaliknya menyerahkan pembagiannya lewat lembaga amil zakat yang sudah ada.
“Mambagikan zakat itu tidak dengan mengundang sebenarnya, apalagi sampai terjadi antrean secara besar-besaran, harusnya harus mendata dan mendatangi langsung orang-orang penerima zakat, sungguh ini menyedihkan sekali dan saya sangat prihatin,†kata Mursyidi, Selasa (16/9) di Kampus UGM.
Menurut Mursyidi, peristiwa pasuruan menunjukkan salah satu bentuk gejala keterpurukan ekonomi di masyarakat yang menyebabkan masyrakat rela antre saat ada kegiatan pembagian zakat. Namun dirinya menyesalkan jika haji Syaikon selaku pemberi zakat tidak mempercayakan lembaga amil zakat dalam mendistribusikan zakatnya.
“Mungkin sudah dianggap rutin oleh beliau dan sudah dilakukan setiap tahun, sayangnya, ia tidak memperhatikan perkembangan masyarakat kita yang semakin terpuruk kondisi ekonominya sehingga yang datang cukup banyak sekali,†katanya.
Diakui oleh Mursyidi, kebiasaan pemberian zakat secara langsung ala haji Syaikon merupakan kebiasaan lama yang sering dilakukan oleh sebagian masyarakat. Kebiasaan lama ini ternyata cukup sulit untuk mengubahnya. Meski begitu, kata Mursyidi, perlu ada sosialisasi yang cukup mendalam tentang peran lembaga amil zakat sebagai pengelola zakat.
“Mbok ya dipercayakan kepada lembaga amil zakat saja, justru yang dianjurkan oleh agama itu memberi sesuatu tanpa diketahui orang lain †imbuhnya.
Sementara Fatwa MUI yang menyebutkan pembagian zakat ala Haji Syaikon haram, menurut Mursyidi, merupakan hak dari MUI untuk mengeluarkan keputusannya tersebut. Namun dirinya juga menyayangkan niat baik dari haji syaikon justru mendapat hukuman dari publik.
“Munculnya tragedi pasuruan ini sebagai pelajaran bagi umat islam, cara pemberian zakat seperti ini mesti diubah,†ujarnya.
Achmad Mursyidi berpendapat, untuk mengantisipasi perisitiwa serupa terjadi lagi maka harus ada kebersamaan antara masyarakat yang ingin mendermakan hartanya dengan lembaga yang seharusnya menyalurkan zakat ini.
“Harus ada kebersamaan dari orang yang punya harta maupun yang punya kewajiban yang menangani zakat ini secara bersama-sama, kalo tidak, kejadian seperti ini akan berkepanjangan,†katanya.
Dalam kesempatan yang terpisah, pakar sosiatri UGM Prof Dr Susetiawan ketika dimintai pendapatnya menyatakan, kematian puluhan orang yang antre zakat di Pasuruan sebagai cerminan atas ketidakpercayaan masyarakat kepada penyelenggara zakat, lembaga amil zakat.
“Kasus Pasuruan itu bisa juga buah dari ketidakpercayaan kepada penyelenggara zakat. Sebab lembaga amil zakat mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat. Sehingga sebagian masyarakat memilih membagikan sendiri, meski fatal akibatnya,” katanya.
Selain itu, Susetiawan memandang fenomena antre yang terjadi di masyarakat menunjukkan bahwa negara belum mampu membangun kesejahteraan bagi masyarakatnya. Di sisi lain, negara ingin menunjukan kepedulian kepada masyarakat dengan cara “bagi-bagiâ€.
“Bagi-bagi ini sudah masuk ke fenomena politik, mereka yang pegang negara ada klaim peduli terhadap rakyat,†jelasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)