Yogya, KU
UGM dan Universitas Boras, Swedia tengah membangun pilot project pemanfaatan limbah menjadi bahan bakar energi listrik. Proyek kerjasama ini dimulai dengan membangun teknologi pengubahan limbah dari sampah buah busuk di pasar Gamping Sleman yang dikonversi menjadi energi biogas.
“Kita akan membangun tempat yang digunakan memanfaatkan limbah 10 ton sampah buah busuk dari pasar Gamping, kemudian akan dikonversi menjadi biogas, untuk sementara pemanfaatan biogas diserahkan ke masyarakat sekitar,†ungkap peneliti pemanfaatan limbah dari jurusan teknik kimia, Fakultas Teknik, Dr Siti Syamsiah, kepada wartawan, Senin (13/10) di ruang Fortakgama UGM.
Diakui oleh Siti, rencananya lokasi tempat pengolahan sampah ini dibangun di daerah pasar buah gamping, Sleman dengan menggunakn lahan seluas 600 meter persegi atas pemberian pemerintah kabupetan Sleman. Sementara, teknologi pengolahan bekerjasama dengan pemerintah Swedia dengan besarnya nilain bantuan sebesar 1,7 milyar.
“Direncanakan proyek ini akan selesai dalam waktu satu tahun, setelah itu akan dikembangkan di berbagai daerah lain di seluruh Indonesia,†kata siti.
Dalam kesempatan yang sama, Prof Mohammad Taherzadeh dari Universitas Of Boras Swedia menyebutkan 10 ton limbah buah busuk dari pasar buah terbesar di DIY ini termasuk jenis sampah basah, setelah diolah akan menjadi 2 ton sampah kering yang bisa menghasilkan 700 meter kubik komponen utama gas metan.
“Satu meter kubik gas metan ini setara dengan satu liter bensin. Sehingga setidaknya akan dihasilkan sekitar 700 ratus liter bensin dari pasar Gamping ini,†kata Taherzadeh.
Di Swedia, kata Taherzadeh, sedikitnya 40 persen limbah sudah diolah menjadi energi listrik dan bahan bakar bagi kendaraan bermotor. Namun demikian, diperlukan waktu selama 30 tahun untuk melakukan proses pengolahan limbah ini menjadi energi. Lamanya waktu yang diperlukan negara Swedia dalam pengolahan sampah ini karena terkendala dengan pola pikir masyarakatnya saat itu yang belum terbiasa memilah sampah.
“Kondisi di Swedia saat itu, persis yang terjadi saat ini di Indonesia, masyarakat tidak terbiasa untuk memilah sampah, padahal memilah sampah akan mempermudah proses pengolahan sampah, †imbuhnya.
Siti mengungkapkan, para peneliti UGM sudah mengadopsi tekologi pengolahan sampah yang sudah berlangsung Di Swedia. Meskipun demikian pemanfaatan teknologi tersebut tetap meyesuaikan kondisi lokal di masing-masing daerah nantinya. Maka dari itu, kata Siti, pihak dari tim pengolahan limbah UGM akan mengundang 16 pemeritah daerah dan pihak kampus untuk berdiskusi langsung membahas teknologi pemanfaatan limbah ini melalui video teleconference, Selasa (14/10) di ruang Multimedia PPTIK UGM pukul 09.00 hingga 12.00 siang.
“Upaya dilakukan dalam rangka mengembangkan kerjasama Indonesia-Swedia di berbagai provinsi di Indonesia dalam pemanfaatan limbah (waste refinery) maka tim program waste refinery teknik kimia UGM bekerja sama dengan Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HMP) menyediakan video teleconference di 16 kampus dan pemda di Indonesia,†katanya.
Menurut siti dengan adanya proses penjajakan kerjasama ini diharapakan akan mensuskseskan program waste refinery, baik limbah industri maupun Rumah Tangga maupun industri.
“Bila selama ini limbah selalu menimbulkan banyak maslah, dalam kontek kerjasama ini diharapakan akan mengubah mindset, bahwa limbah bukan lagi masalah namun menjadi sumber daya.
Beberapa daerah yang akan dilibatkan dan bersedia melakukan komunikasi teleconference diantaranya dari Pemerintah Kota Makassar, Jayapura, pontianak dan Bandung. (Humas UGM/Grehenson)