Susu merupakan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi karena mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap antara lain lemak, protein, laktosa, vitamin, mineral dan enzim. Sebagai produk pangan yang kaya nutrisi dan kandungan airnya tinggi, maka susu sangat mudah mengalami kerusakan akibat pencemaran mikrobia.
Salah satu potensi bahaya yang terdapat pada susu dan berbagai produk olahannya adalah bahaya mikrobiologis (microbiological hazards), khususnya keberadaan kuman pathogen. Mikrobia pathogen ini dapat mengakibatkan kerusakan susu dan lebih lanjut berakibat pada penyakit terbawa susu, misalnya infeksi dan keracunan pangan yang berasal dari prosuk susu.
Demikian dikatakan dosen Universitas Muhammadiyah Purworejo, drh Djoko Winarso MS saat ujian terbuka program doktor UGM, di Auditorium Fakultas Peternakan UGM, Kamis (16/10). Alumni Fakultas Kedokteran Hewan UGM tahun 1980 ini mempertahankan desertasi “Hubungan Kualitas Susu Dengan Keragaman Genetik Dan Prevalensi Mastitis Subklinis Serta Upaya Peningkatan Kualitas Lingkungan Di Daerah Jalur Susu Malang Sampai Pasuruan” dengan bertindak selaku promotor Prof Dr drh Soemitro Djojowidagdo dan kopromotor Ir F Trisakti Haryadi MSi PhD serta Prof Dr drh Wayan Tunas Artama.
“Oleh karena itu, mekanisme kontrol kualitas susu merupakan suatu kegiatan yang sangat diperlukan dalam rangka menjaga kualitas susu. Kondisi peternakan sapi perah sampai sekarang keadaannya belum memuaskan, dan masih diliputi berbagai kendala dalam pengembangannya, baik masalah produksi maupun pemasarannya dengan berbagai persoalannya masing-masing,” ujar Djoko, pria kelahiran Surabaya 5 juni 1953 ini.
Hasil pengujian komposisi kimia susu yang dilakukan di tingkat petani ternak sebelum dan sesudah pemanfaatan teknologi biogas menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (P<0,01), terutama untuk kadar lemak, TSL dan jumlah bakteri dalam susu (TPC) sedangkan untuk kadar protein, laktosa dan SNF tidak menunjukkan pernbedaan yang berarti (P>0,05). Dari penelitian yang dilaksanakan bulan Oktober 2006 hingga Maret 2007 di wilayah KUD Dau, KUD Karangploso, KUD Pujon, KUD Ngantang, KUD Batu dan KUD Jabung di daerah jalur susu Malang sampai Pasuruan mengatakan hasil evaluasi terhadap kegiatan penyuluhan tentang pemanfaatan teknologi biogas dalam upaya peningkatan kualitas susu menunjukkan bahwa profil karakteristik internal petani ternak pengguna biogas cukup potensial, dan faktor karakteristik ekternalnya potensial.
“Katagori adopsi inovasi pemanfaatan teknologi biogas dapat digolongkan innovator 10,25%, Early adopter 38,46%, early Majority 34,61% dan Late Majority 16,66%,” jelasnya.
Selain itu, ayah Novrityan Agitanda, Vidya Mandarini dan Sasanti Sihsubekti dari perkawinanya dengan Dr Dra Herawati MP berkesimpulan terdapat perbedaan kualitas susu di tingkat petani ternak, pos pengumpul, KUD dan IPS di 4 wilayah KUD di daerah jalur susu Malang sampai Pasuruan. Persentase penurunan komposisi kimia susu berdasarkan standar kualitas susu (Grade) telah terjadi penurunan.
“Tingkat penurunan kualitas susu tertinggi terjadi pada saat susu diuji di pos pengumpul, terutama untuk kadar lemak (59,32%), TSL (58,33%) dan TPC (22,96%), sedangkan penurunan kualitas susu terendah terjadi pada saat susu diuji di KUD, terutama untuk kadar lemak (15,25%), TSL (13,67%) dan TPC (28,15%),” terang dosen STPP Magelang sekaligus Wakil Ketua Kagama Cabang Magelang ini.
Terdapat pula keragaman genetik gen penyandi kappa casein pada sapi-sapi perah rakyat (PFH) di daerah ini. Secara genetik, kata Djoko, frekuensi alel B tertinggi (0,43%) ditemukan di wilayah KUD Pujon dan paling rendah (0,1) di wilayah Karangploso. Demikian pula untuk frekuensi genotip menunjukkan bahwa di wilayah KUD Pujon dan KUD Ngantang relatif lebih baik (0,49 dan 0,44) dibandingkan dengan di wilayah KUD Dau dan KUD Karangploso (0,38 dan 0,18). (Humas UGM)