Dampak krisis ekonomi global tidak hanya berdapak bagi krisis sektor pasar modal namun juga berdampak bagi ekonomi pedesaan. Namun dampak krisis tersebut ke ekonomi pedesaan bergantung pada jenis barang impor (import content) yang dikonsumsi masyarakat pedesaan. Semakin tinggi barang impor yang dikonsumsi oleh masyarakat pedesaan makan akan semakin besar dampak krisis perekonomian tersebut.
Demikian disampaikan oleh dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM Dr Rimawan Pradiptyo dalam “Diskusi Krisis Finansioal Dunia dan Dampaknya pada Perekonomian Pedesaanâ€, Kamis sore (16/10), di ruang seminar Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) UGM.
Menurut Rimawan, apabila dampak krisis ekonomi global ini tidak mampu diatasi dalam waktu 1-3 bulan ke depan disinyalir berdampak pada krisis ekonomi pedesaan akibat dampak penurunan nilai rupiah yang diikuti dengan peningkatan harga domestik. Sebab, harga barang impor akan cenderung naik sementara harga barang ekspor cenderung kompetitif.
“Umumnya terdapat tenggat waktu satu hingga tiga bulan antara penurunan nilai rupiah dan peningkatan harga domestik. Jika nilai rupiah tidak meningkat dalam satu sampai tiga bulan mendatang, dampak krisis akan berpengaruh pada harga domestik,†ujarnya.
Peningkatan harga domestik ini, kata Rimawan, disebabkan besarnya konsumsi barang impor oleh masyarakat pedesaan yang dinilainya cukup tinggi karena barang impor tersebut ternasuk barang konsumsi sehari-hari. Di sisi lain, kemampuan penetrasi ekspor produk indonesia masih sangat rendah.
“Barang-barang impor seperti bawang putih, susu, kedelai, buah-buhan dan beras dan sebagainya merupakan barang impor yang banyak dikonsumsi oleh masyrakat, jika harga barang impor ini naik maka mempengaruhi kemampuan daya beli masayarakat,†katanya.
Dirinya menyebutkan proporsi besarnya kebutuhan barang impor yang dikonsumsi secara nasional diantaranya, bawang putih sekitar 90 persen, susu dan kedelai sekitar 70 persen, garam berkisar 50 persen, gula berkisar 30 persen, daging sapi sekitar 25 persen, kacang tanah 15 persen, jagung 10 persen dan beras sedikitnya 2 persen.
Rimawan juga sempat menyinggung tentang akan kecenderungan terjadinya fluktuasi penurunanan nilai rupiah saat ini akibat para investor asing cenderung menjual saham di pasar-pasar luar negeri untuk meminimasi kerugian dan permintaan terhadap valuta asing di Indonesia kini cenderung semakin meningkat. (Humas UGM/Gusti Grehenson)