Yogya, KU
Maraknya praktek dokter gigi yang menawarkan perawatan untuk mempercantik diri dengan pemasangan kawat gigi telah menjadikan banyak remaja putri kini yang menggunakan kawat atau karet di sepanjang lengkung giginya. Kebanyakan para pemakai alat ini sebelumnya memiliki susunan gigi yang tidak teratur atau juga posisi gigi yang terlalu maju yang menyebabkan fungsi pengunyahan menjadi tidak nyaman. Kondisi ini tentunya sangat mengurangi kepercayaan diri sehingga lebih memilih untuk memakai kawat gigi.
Prof Dr drg Widowati Siswomiharjo MS dalam pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi UGM, Senin (3/11) di Ruang Balai Senat mengungkapkan, kawat yang melengkung di sepanjang gigi atau karet warna-warni yang dipasang pada gigi yang berkawat, ataupun semacam berlian yang dipasang pada gigi depan adalah bahan yang dapat dan hanya boleh digunakan jika sudah memenuhi persyaratan sebagai biomaterial. Artinya pemakaian bahan tersebut tidak akan menimbulkan efek negatif bagi manusia.
“Tindakan medik yang berdasarkan pada aspek estetika dan fungsional ini tidak terlepas dari pemakaian biomaterial. Keterlibatan biomaterial dalam suatu tindakan medik memang sangat luas. Apalagi karena penggunaan bahan atau biomaterial dalam tindakan medik bisa secara langsung memberikan perawatan atau melakukan pekerjaan penunjang laboratorium,†ujar widowati, kelahiran Yogyakarta 3 Mei 1958 ini.
Biomaterial adalah ilmu yang mempelajarai tentang bahan yang beradaptasi dengan sistem kehidupan yang fungsinya menggantikan organ atau jaringan tubuh yang hilang atau rusak. Dalam ilmu biomaterial, syarat untuk menentukan apakah suatu bahan dapat digunakan bagai manusia tidak hanya bergantung pada kekuatannnya saja. Sehingga, biomaterial yang ditanam dalam tubuh atau untuk menambal gigi sekalipun harus memenuhi syarat utama yang berlaku dalam konsep biomaterial
Diakui anak dari Guru Besar ilmu Filsafat UGM, Prof Koento Wibisono, untuk mengetahui sutau jenis bahan biomaterial bersifat aman bagi manusia bukanlah perkara gampang, tidak murah dan juga tidak dalam waktu sesaat.
“Bahan-bahan tersebut harus melewati suatu rangkaian penelitian yang mengacu pada dokumen tentang pengujian bahan sebelum dapat digunakan oleh manusia,†ungkapnya.
Menurut Widowati, permasalahan tentang pemakaian biomaterial di bidang medik menjadi tantangan bagi para peneliti ilmu biomaterial. Kendati, kenyataan yang dihadapai hingga samapai saat ini, masih ada bahan yang tetap digunakan untuk melakukan perawatan kedokteran gigi, walaupun pada dasarnya bahan tersebut secara kimiawi tidak terlalu aman bagi manusia.
“Bahan-bahan tersebut tidak hanya digunakan di Inonesia, melainkan juga berbagai negara di dunia,†imbuhnya.
Dirinya menyebutkan salah satu contoh, yakni perawatan saluran akar gigi dibutuhkan suatu tindakan untuk mematikan saraf gigi. Kebanyakan dokter gigi menggunakan beberapa cara, salah satunya menggunakan bahan arsen dimana bahan dasarnya merupakan bahan yang bersifat toksik.
“Karena sifat toksisk inilah maka arsen digunakan untuk mematikan saraf gigi, akan tetapi jika cara pemakaiannya salah, atau dosis terlalu banyak maka bisa berakibat yang mati bukannya saraf gigi, tetapi nyawa si pasien akan ikut melayang,†katanya.
Kenyataan bahwa arsen berbahaya, menurut Widowati, telah menjadi tantangan bagi para peneliti di bidang biomaterial untuk menemukan bahan baru yang sama efektifnya, tetapi dengan cara kerja yang lebih aman. Selain arsen banyak bahan lain yang sampai saat ini masih digunakan di kedokteran gigi yang sebetulnya tidak terlalu aman. Salah satunya adalah resin akrilik.
“Bahan tersebut merupakan jenis bahan yang paling populer untuk membuat basis gigi tiruan jenis lepasan,†ungkapnya.
Menurutnya, Indonesia sebagai negara tropis sangat kaya akan tanaman herbal, selain dapat digunakan untuk obat-obatan, tanaman herbal juga bisa dimanfaatkan untuk bahan dasar pasta gigi atau obat kumur. Hal ini pula yang kini menjadi sumber penelitian yang sangat baik bagi para peneliti bidang ilmu biomaterial untuk menghasilkan produk-produk yang bermanfaat bagi manusia. (Humas UGM/Gusti Grehenson)