Yogya, KU
Sedikitnya 500 pustakawan yang berasal dari dalam dan luar negeri Se Asia Tenggara akan menghadiri “Seminar Perpustakaan Keliling dan Penyusunan Foklor (cerita dongeng) se- Asia Tenggaraâ€, Senin-Rabu, 10-12 November di Hotel Inna Garuda, Yogyakarta. Direncanakan Seminar ini akan dibuka secara resmi oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X di Theater Trimurti Prambanan, Senin malam (10/11).
Sekjen Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Drs Zulfikar Zen MA kepada wartawan Fortakgama, Senin (10/11) di Yogyakarta, mengatakan, pembahasan perpustakaan keliling ini sangat penting terkait dengan rencana pemerintah untuk merealisasikan 20 persen dana APBN dan APBD untuk sektor pendidikan. Menurutnya, sebagian dana tersebut setidaknya diperuntukan bagi perpustakaan. Karena dalam UU sudah dinyatakan minimal 5 persen anggaran sekolah atau 10 persen angaran perguruan tinggi diperuntukan untuk perpustakaan.
“Untuk perpustakaan umum dan perpustakaan daerah tentunya lebih tinggi dan mendapat alokasi dana yang cukup,†katanya.
Sedangkan perpustakaan keliling adalah salah satu jenis layanan dari perpustakaan yang mengantarkan bahan bacaan kepada pembacanya. Perpustakaan keliling dapat dalam bentuk mobil, sepeda motor, sepeda ontel, kapal dan perahu apung, atau sarana lain. Sehingga komitmen dari pemimpin daerah diperlukan untuk mendukung keberadaan perpustakaan keling dalm upaya meningkatkan kualitas SDM di daerah.
“Untuk masyarakat pedesaan jauh dari perkotaan, terisolir dan memiliki keterbatasan ekonomi, maka layanan perpustakaan keliling adalah yang mereka butuhkan,†katanya.
Kendati, sejak adanya otonomi daerah ini dan desentralisasi pemerintahan, menurut Zen, telah terjadi ketidakmerataan pembangunan perpustakaan di daerah. Meskipun perpustakaan termasuk urusan wajib bagi perangkat daerah namun jumlah perpustakaan keliling di Indonesia baru ada kurang lebih 200 perpustakaan keliling.
“Masih banyak pemerintah daerah dan pimpinan lembaga pendidikan yang belum peduli terhadap perpustakaan,†imbuhnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Samsul Bahri, pengurus perpustakaan nasional, keberadaan perpustakaan keliling sangat menentukan dalam meningkatkan jumlah minat bacat, sementara keberadaan geografis di indonesia yang bersifat kepulauan ini menjadikan keberadaan perpustakaan keliling semakin diperlukan.
“Perpustakaan keliling memang sengaja diperuntukan untuk mendekatkan masyarakat terhadap sumber bacaan, karena tidak semua masyarakat bisa meluangkan waktunya untuk mengunjungi perpustakaan,†jelasnya.
Samsul juga menyinggung, masih minimnya jumlah pustawakan yang ada di Indonesia, baru ada sekitar 3600 pustakawan, menyebabkan setiap satu orang pustakawan harus melayanai 70 ribu orang. Padahal idealnya setiap pustakawan melayani 150 orang.
Kondisi ini menurut, zulfikar zen, menjadikan kurangnya minat baca dari masyarakat seiring dengan munculnya generasi elektronik, “lebih banyak menonton dan melihatâ€.
â€Masyarakat lebih puas dengan menonton daripada membaca bukun,†tandasnya.
Menurut pandangan Zen, buku merupakan bahan penting untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta menyimpan semua informasi yang bernilai. Meski sekarang sudah muncul sumber informasi lewat internet, tetapi menurutnya hanya 14 persen dari seluruh informasi di internet yang bersifat ilmiah, selebihnya merupakan hiburan.
“Internet bukanlah segala-galanya,†katanya.
Ketua IPI DIY, M Adhisupo, mengungkapkan dalam seminar yang berlasngusng selama dua hari tersebut beberapa pustakawan yang tergabung dalam Ikatan Pustawakan Asia Tenggra (CONSAL) berasal dari Brunai Darussalam, Kamboja, Thailand, Laos, Malaysia, Myanmar, Pilipina, Singapura, dan Vietnam akan mengikuti Seminar internasional tersebut.
Anggota Fortakgama UGM ini menambahkan, dalam seminar tersebut lebih banyak membahas tentang pengalaman berbagai negara dalam program perpustakaan keliling dan penyusunan daftar buku (bibliografi) beranotasi foklor terpilih Asia Tenggara. Untuk tema yang kedua ini, diakui oleh Adhisupo, untuk memperkokoh persahabatan sesama anggota CONSAL, maka berbagai persamaan harus lebih dicari dan ditonjolkan. Salah satunya adalah persamaan adat istiadat, termasuk cerita rakyatnya (foklor).
“Ada kemungkinan forklor yang sama terdapat di negara ASEAN, seperti cerita ‘Malin Kundang’ dari Sumatera Barat dan ‘Sangkuriang’ dari Jawa Barat, yang berbeda mungkin hanya bahasa, nama tokoh dan lokasi. Tetapi isi cerita adalah sama atau mirip,†ungkap Adhisupo. (Humas UGM/Gusti Grehenson)