Di dunia ini setiap tahun hampir 100 juta orang jatuh miskin gara-gara sakit. Oleh karena itu, jaminan kesehatan selain mengcover orang miskin diharapkan mampu pula mengcover kebutuhan kesehatan bagi orang kaya.
“Bisa dibayangkan bagaimana sekali sakit, seseorang harus menghabiskan biaya Rp 4 juta. Sementara gaji hanya berkisar Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta. Itu berarti gaji selama 2 bulan habis hanya untuk berobat,” ungkap Prof dr Ali Ghufron Mukti MSc PhD, Dekan Fakultas Kedokteran UGM, Rabu (26/11) sesaat setelah membuka seminar internasional “Health Financing and Health Insurance in Developing Countries”.
Dikatakannya, jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 36 juta orang atau sekitar 17%. Dari jumlah tersebut, pemerintah untuk mengcover biaya kesehatan orang miskin pada tahun 2008 mencapai Rp 7 triliun lebih. Angka ini naik dua kali lipat dibanding sebelumnya sekitar Rp 3,8 triliun.
Upaya pemerintah Indonesia ini dinilai lebih baik dibanding kebijakan pemerintah Philipina. Di Philipina tidak semua orang miskin bisa terjamin dalam pembiyaan kesehatan. Bahkan untuk periksa kesehatan masih ditarik biaya 50%.
“Sementara di Indonesia, orang miskin tidak dipungut biaya 1% pun. Hanya saja anggaran yang sudah naik itu, diperkirakan untuk tahun depan masih kurang,” jelasnya di Auditorium FK UGM.
Oleh karena itu dibutuhkan skema kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, universitas, para ahli dan para pemangku kepentingan untuk memobilisasi dana dan membangun sistim jaminan kesehatan untuk semua. Bahkan dari seminar ini, kata Prof Ghufron, diharapkan mampu memberikan solusi bagaimana sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, terutama untuk orang miskin dapat dibangun dengan sumber daya yang terbatas.
“Bagaimana layanan kesehatan yang dibangun bisa memberikan akses yang lebih bagus, merata, adil, efisien. efektif dengan mutu bagus,” terangnya.
Lebih lanjut, kata Prof Ghufron, para pakar yang terlibat dalam seminar ini saling memberikan pengalaman, pengetahuan dan strategi bagaimana membangun sistim kesehatan yang mampu mengcover orang miskin dan yang tidak miskin dengan sumber daya terbatas. Mereka adalah para pakar kesehatan dari Cambodia, Philipina, Vietnam dan lain-lain.
“Semua berusaha menghilangkan finansial barier (hambatan-hambatan keuangan) dan mempermudah akses pelayanan kesehatan. Formatnya masyarakat dibagi tiga, mereka yang miskin menjadi tanggungjawab pemerintah, setengah miskin mendapat subsidi dan orang yang kaya membayar. Dari ketiganya secara manajemen keuangan dicampur. Seperti yang ada Di GMC saat ini. Gadjah Mada Medical Center kan melayani mulai mahasiswa, dosen hingga karyawan. Semua dijamin, prototipe GMC inilah yang akan dicoba dinaikkan ke tingkat nasional,” tandasnya. (Humas UGM)