Kebutaan di Indonesia disebabkan oleh salah satunya oleh faktor kekeruhan kornea. Prevalensi kebutaan kornea diperkirakan sebesar 0,1 persen, terutama disebabkan oleh infeksi khususnya jamur dan bakteri.
Faktor-faktor risiko timbulnya infeksi jamur dan bakteri ini menurut pakar spesialis mata dari FK UGM Prof dr Suhardjo SU SpM(K), Kamis (4/12) disebabkan trauma kornea yang menimbulkan perlukaan kornea, adanya penyakit gula (diabetes mellitus), kondisi mata kering, dan gangguan sistem kekebalan misalnya ODHA, pengguna lensa kontak.
“Trauma ini biasa terjadi pada para petani akibat tertusuk daun atau para pekerja bangunan akibat kena pasir yang menimbulkan perlukaan pada kornea,†ujar Suhardjo kepada wartawan, dalam sosialisasi Pertemuan ilmiah Oftalmologi Regional, dalam rangka Dies ke-59 UGM, pada hari Sabtu, tanggal 6 Desember 2008 di Ruang Auditorium I dan Ruang Rapat Senat Fakultas Kedokteran UGM.
Diakui oleh Suhardjo, kebanyakan penderita radang kornea (keratitis) yang dirawat di rumah sakit, lebih dari 50 persen disebabkan oleh infeksi jamur, dan sebagian besar tidak tertolong akibat keterlambatan kesulitan mendapatkan donor kornea dan berbagai jenis jamur yang sampai kini belum ada obatnya.
Sementara kekeruhan kornea yang disebabkan oleh infeksi bakteri diakui Suhardjo, biasanya lebih mudah diatasi dibandingkan penyebab infeksi jamur. Selain jamur dan bakteri, tambah Suhardjo, penyebab infeksi lainnya dapat berupa virus herpes simplek maupun zoster, Achantamoeba, dan Miucrospora.
Menurut Suhardjo, berbagai infeksi ini apabila makin awal terdeteksi dan mendapat perawatan dokter mata, makin lebih tinggi tingkat keberhasilan dalam penyembuhannya. Namun, pengobatan yang tidak tepat, menurutnya hanya akan menimbulkan resistensi terhadap obat antibiotik.
“Walupun sembuh, keratitis maupun ulkus kornea akan menimbulkan cacat kornea yang berwarna putih. Makin luas dan tebal cacat (kekeruhan) kornea, makin berat gangguan penglihatannya bahkan menimbulkan kebutaaan,†jelasnya.
Suhardjo yang juga sebagai salah satu panitia Dies UGM ini menambahkan, kekeruhan kornea yang hanya bisa disembuhkan dengan cangkok kornea. Meski begitu, penanganan keratitis bisa juga dengan obat, namun dalam beberapa hal perlu dilakukan pembedahan termasuk cangkok kornea.
Cangkok kornea di Yogyakarta, diakui suhardjo, ada kecenderungan meningkat berkat bantuan Bank Kornea Pusat, yang juga dapat bantuan dari amerika. Sementyara di Jakarta, sekarang ini sudah ada laboratorium pengawetan kornea.
“Siapa yang membutuhkan tingggal pesan dengan mengganti service cost. Dengan teknologi yang makin maju keberhasilan cangkok kornea juga makin tingi. Sampai saat ini hampir seratus orang yang antri untuk menunggu pencangkokan kormea,†katanya.
Sementara salah satu dokter spesialis bagian poliklinik mata RS Sardjito dr Agus Partoto SPM(K) menambahkan, kebutaan kornea juga dapat disebabkan oleh Distropi maupun Degenerasi Kornea. Biasanya penyakit ini timbul sebagai penyakit keturunan. Dan, kekeruhan biasa akan timbul mulai usia 40 tahun, sehingga untuk kasus yang lebih berat perlu juga dilakukan pencangkokan kornea.
“Untuk mencegah terjadinya keratitis akibat trauma, telah dibuktikan bahwa pertolongan pertama yang segera dilakukan dengan membersihkan luka lecet kornea dengan lebih dulu diberi tetes pati rasa dan diberi salep kloramfenikol. Hal ini bisa dilakukan oleh dokter puskesmas maupun dokter keluarga,†ujarnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)