Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zainal Arifin Mochtar, menghimbau kepada masyarakat agar tidak memilih politisi yang pernah tersangkut kasus korupsi dan politisi yang hanya berpikir untuk mengembangkan partainya saja. Menurutnya kebanyakan politisi di DPR saat ini sudah tidak peduli dengan permasalahan yang dihadapi oleh rakyat, namun bagaimana berusaha berkampanye untuk mendulang suara dalam pemilu tahun depan.
“Jangan pilih politisi-politisi partai seperti ini,†kata Zainal, dalam Sarasehan anti Korupsi, Refleksi akhir Tahun, Rabu sore (10/12) di Boulevard UGM. Hadir sebagai pembicara dalam sarasehan yang digagas oleh BEM KMUGM ini menghadirkan beberapa pembicara diantaranya Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas Saldi Isra dan Tenaga Ahli Komisi Yudisial Asep Rahmat Fajar
Zainal menceriterakan pengalamannya ketika diundang oleh sebuah partai beberapa waktu lalu untuk membahas RUU Pengadilan Tipikor di Jakarta. Menurutnya, partai tersebut tidak membahas substansi pentingnya keberadaan pengadilan tipikor, namun berpikir bagaimana bisa mendulang suara sebanyak-banyaknya agar partainya bisa memasukan wakil dari partainya keDPR sehingga RUU Tipikor bisa dengan mudah mendesak untuk disahkan..
“Alasan partai ini, wakil partai mereka saat ini hanya 3 orang yang duduk di komisi III, jika nantinya bisa memasukkan banyak orang dari partai mereka, akan lebih leluasa mendesak untuk disahkannya UU Tipikor,†katanya.
Pendapat yang sama dilontarkan Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, Saldi Isra. Dirinya berpendapat sudah saatnya rakyat tidak memilih orang-orang yang secara mayoritas pernah melakukan korupsi di lingkungan tertentu. Sebaliknya dirinya menyarankan untuk memilih calon-calon politisi-politisi baru baik yang akan duduk di kursi DPRD daerah, DPRD Kota/Provinsi, DPD maupun DPR RI.
Saldi mencontohkan kasus korupsi yang terjadi di komisi IX DPR RI yang hampir kesemua anggotanya menerima aliran dana BI sebesar 31,5 milyar.
“Sebaiknya mereka semua masuk dalam daftar, untuk tidak dipilih kembali jika mereka mencalonkan lagi,†katanya.
Sedangkan Tenaga Ahli Komisi Yudisial Asep Rahmat Fajar, menekankan pentingnya penegakan korupsi sebagai bagian dari reformasi hukum di Indonesia. Sehingga keberadaan Komisi Yudisial di sini sangat penting dalam menyeleksi perilaku hakim agar tidak lagi terlibat melakukan praktik korupsi. (Humas UGM/Gusti Grehenson)