Ungkapan belangsungkawa mengalir dari tokoh-tokoh masyarakat, pimpinan universitas, fakultas, dosen, mahasiswa dan karyawan UGM saat menghantarkan jenazah Prof Dr A Sartono Kartodirjo sebelum disemayamkan, Sabtu (8/12) di Balairung UGM. Beberapa tokoh masyarakat yang ikut hadir diantaranya sejarawan UGM Prof Taufik Abdullah, dan Mantan ketua PP Muhammadiyah Prof Dr Safii Maarif.
Menurut Taufik Abdullah, almarhum Prof Sartono merupakan generasi pertama yang punya titel Drs dan Doktor sejarah pertama Indonesia.
“Saya bisa katakan sejarawan yang paling professional, dalam artian bukan pemikir. Bung karno aja seorang pemikir sejarah, tapi pak Sartono menemukan sejarah dengan berbagai sumber dengan metodologi yang benar merupakan orang yang pertama yang melakukan itu,†ungkapnya.
Lebih lanjut Taufik mengatakan, Sartono selalu memandang bahwa aktor sejarah itu bukan hanya dimiliki para politikus atau orang-orang besar tapi juga dimiliki oleh petani.
“Jadi, dia tulis dalam disertasinya mengenai gerakan petani dengan corak pemberotakannya, hasil disertasi ini mendapat penghargaan di New York saat itu,†jelasnya.
Bagi mantan ketua LIPI ini, sosok Sartono merupakan sebagai guru, dan sangat terbuka bagi murid yang ingin belajar dengannya.
“Kalo dibilang buta warna, beliau termasuk orang yang buta warna karena dirinya tidak pernah melihat seseorang dengan latar belakang dan golongannya, asal muridnya punya kemampuan dia akan usahakan beri kesempatan belajar dengannya,†katanya.
Diakui Taufik, dirinya mengenal almarhum sejak menjadi mahasiswa. Kendati demikian, saat itu belum tahu lebih dalam tentang karakter Prof Sartono. Namun setelah banyak bergaul dengan teman-teman yang sudah mengenal prof Sartono, ia pun akhirnya tahu juga.
“Setelah banyak bergaul, saya baru tahu bahwa pak sartono selalu mencari kekuatan pada murid-muridnya dan mencoba menyalurkan kemampuan yang mereka miliki,†tegasnya.
Baginya, Prof Sartono merupakan seorang ilmuwan yang memiliki dedikasi yang sangat luar biasa, terutama dedikasi pada ilmu sejarah karena sudah banyak murid bimbingannya yang kini tersebar di nusantara yang sudah bergelar professor yang kini sudah pensiun.
Mantan ketua PP Muhammadiyah Prof Dr A Safii Maarif mengakui, bangsa Indonesia kembali kehilangan tokoh besar yang mempunyai integritas keilmuan dan moral yang cukup tinggi.
“Saya mengenal baik almarhum, kini bangsa Indonesia kehilangan betul, dari Prof Jacob, Prof Fuad Hasan dan Prof Sartono. Orang-oprang yang menurut saya punya integritas, bukan hanya lewat integritas ilmiah tapi juga integritas moral,†ujarnya.
Bagi Safii Maarif, Sartono merupakan orang yang sangat perfeksionis, dan terkadang sikap inilah yang sangat sulit ditiru oleh murid-muridnya.
“Dirinya selalu menilai sesuatu dengan sempurna, walaupun dengan usaha yang sangat melelahkan. Pekerjaan menulis sejarah itu merupakan pekerjaan yang sangat melelahkan, dan itu dilakukan oleh beliau,â€tegasnya.
Selain itu, kata Safii, kesederhaann hidup almarhum perlu dicontoh oleh generasi penerusnya. “Hidupnya sederhana, sepertinya hidup ini tidak begitu penting, seakan-akan dia mengatakan, kuasai dunia tapi dirimu jangan ditambatkan untuk dunia itu, “ katanya
Rektor UGM Prof Ir Sudjarwadi, M.Eng, PhD dalam sambutannya menuturkan, semasa hidup almarhum telah memberikan kontribusi yang tak terhingga, terutama dalam hal ilmu sejarah.
“Semasa hidupnya beliau telah mengabdikan diri untuk pendidikan sehingga almarhum mendapatkan anugerah dan berbagai penghargaan baik nasional maupun internasional,†ujarnya.
Lebih lanjut Sudjarwadi menambahkan, sumbangsih, keteladan dan keluhuran budi almarhum dapat menjadi contoh yang bisa terwariskan pada generasi penerus sehingga perkembangan kelimuan menjadi berkelanjutan.
Seperti dibacakan oleh Dekan Fakultas Ilmu Budaya UGM Prof Syamsul Hadi, Almarhum lahir di Wonogiri, Jawa tengah 15 Februari 1921, menyelesaikan pendidikan Drs. dari Fakultas Sastra UGM tahun 1956, M.A dari Yale University, South East Asian Studies 1964 dan gelar Doktor (Cum Laude ) 1967 dari Universiteit Amstredam, 1966.
Mengawali pengabdian sebagai Guru SMP dan SMA tahun 1950-1952 dan menjadi dosen di UGM sebagai Lektor Muda (1957), Lektor (1960), Lektor Kepala (1962) dan Guru Besar pada tahun 1964. Almarhum pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Sejarah Fakultas Sastra UGM tahun 1968-1973 dan Kepala Pusat Penelitian Pedesaan dan Kawasan UGM 1973-1981.
Selain pernah mendapat penghargaan Harry J. Benda Prize, The Association For Asian Studies Incorporated, New York tahun 1977, almarhum Prof Sartono banyak menerima berbagai macam penghargaan. Tercatat, diantaranya di tahun 1985, dirinya mendapat anugerah pendidikan pengabdian dan ilmu pengetahuan Jakarta 1970, Penghargaan Karya tulis dari yayasan Buku Utama 1985, Satya Lencana Karya Satya Kelas I 1989, Penghargaan Penulisan Karya Tulis Nasionalisme dalam media cetak, departemen Penerangan RI 1989, penghargaan ilmu-ilmu sosial dari HIPPIES 1990.
Bintang Jasa Utama 1994, Anugerah HB IX Award 1994, Doktor Philosophiae Honoris Causa dari Die Humboldt Universiteit zu Berlin 1996, Satya Lencan Kebudayaan Jakarta 1994, anggota kehormatan KITLV, Leiden Belanda 1996 dan Bintang Mahaputera Utama dari Presiden RI 1999. (Humas UGM/Gusti Grehenson)