Universitas Gadjah Mada tengah merintis pengembangan kearifan lokal (local genius) masyarakat Indonesia yang terancam punah dan tergerus dengan budaya dan teknologi asing. Padahal Keragaman dan kearifan nenek moyang dalam hal teknologi terapan sudah terbukti dengan berdirinya bangunan mahakarya seperti Borobudur, Prambanan serta rumah adat dari seluruh Nusantara.
“Kita khawatir kearifan lokal masyarakat akan punah, sehingga kita perlu identifikasikan kembali,†kata Ketua Panitia Seminar Nasional ‘Peran Pendidikan Tinggi dan Pimpinan Daerah dalam Mengembangkan Local Genius’, Dr. Supra Wimbarti M.Sc, di Sekolah Pascasarjana UGM, Senin (15/12). Supra menambahkan masyarakat Indonesia sangat kaya dengan local genius seperti tata cara mulai bercocok tanam, kekuatan suatu kapal, pengobatan tradisional, perwatakan, nasib, siasat hidup atau menjaga harmoni dengan sekitar. Untuk itulah lanjut Supra, acara seminar nasional ini nantinya akan berusaha untuk mengidentifikasi local genius dari berbagai daerah dengan ranah ilmu pengetahuan yang melibatkan berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
“Berbagai perguruan tinggi ini bersama UGM ingin berusaha untuk bisa mengidentifikasi local genius tersebut dari berbagai ranah ilmu pengetahun,†katanya.
Lebih lanjut Supra mengatakan Kearifan lokal (Local Genius) daerah atau suku di Indonesia sudah lama berkembang, dan sudah dipakai dalam kehidupan sehari-hari di daerah-daerah. Local Genius ini sangat bermanfaat meningkatkan keluhuran bangsa namun belum terwadahi dalam ilmu atau teknologi tertentu. Padahal, kearifan lokal ini lahir dan berkembang di masyarakat dalam kurun waktu yang sudah amat lama, dari puluhan, ratusan dan bahkan ribuan tahun dalam bentuk artefak yang masih ada.
Pemeliharaan kerifan lokal ini sangat bergantung dengan kebiasaan masyarakat yang kental bertutur. Praktek kebiasaan bertutur ini ujar Supra diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya denga bahasa tutur. Sehingga sebagian masih ada yang melestarikan kearifal lokal tersebut dalam bentuk artefak tertulis pada lontar dalam bentuk narasi dengan bahasa kuno. Namun juga tidak sedikit yang meninggalkannya.
“Hanya 20 persen yang masih melestarikannya,†katanya
Supra wimbarti menyebutkan beberapa kearifan lokal yang kini masih ada di indonesia seperti di daerah Sumatera Barat dengan praktek Rimbo Larangan, Banda larangan dan Mamutiah Durian adalah praktek untuk melestarikan hutan, pangan dan perikanan agar masyarakat setempat dapat hidup dengan nyaman. Ada pula Dalihan Na Tolu, merupakan kearifan Batak dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.
Di Jawa, kearifan yang dimiliki masyarakatnya yang memiliki imajinasi tentang bentuk bintang seperti Waluku, Wuluh, Kalapa, Doyong, Sapi Gumarang, Gubug penceng yang banyak dikaitkan dengan aktivitas sehari-hari seperti penentuan waktu bercocok tanam, navigasi, kalender dan sebagainya.
Tidak hanya itu, tambah Supra, hasil-hasil peninggalan kearifan kerajaan-kerajaan besar seperti Sriwijaya, Majapahit, Bone, Mataram yang masih tetap dipraktekkan dan relevan untuk diteruskan, Namun karena pengawetan, pengarsipan dan penurunana kearifan ini dari satu generasi ke generasi yang lain masih lemah, sehingga menjadi tugas perguruan tinggi untuk merevitalisasikannya
“Karena itu, UGM mengajak ilmuwan dari kampus-kampus lain di Indonesia untuk bersama-sama mengidentifikasi, meneliti, menyebarkan kembali kepada masayarakat dan bersama dengan pemerintah daerah masing-masing melestarikannya,†ujarnya.
Seminar yang melibatkan peserta dari kalangan ilmuwan dari beberapa Perguruan Tinggi dari pekanbaru, Bandung, Malang, Jember, Yogyakarta hingga Kendari, menghadirkan pembicara P Antropolog UGM Prof Dr Irwan Abdullah, Bupati Bantul Idham Samawi, Prof Dr I Wayan Rai dari ISI Denpasar, Dr Hermanu Triwidodo dari IPB, Dr Jaka Sasmita praktisi kesehatan serta Ir Komang Merthayasa dari ITB.
Antropolog UGM Prof Dr Irwan Abdullah UGM mengatakan, perlu dilakukan penggalian secara seksama sumber-sumber dan produk dalam negeri, baik berupa pengetahuan lokal maupun kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya, ataupun produk lokal yang mampu mendukung kebutuhan masyarakat dalam rangka menciptakan kemandirian dan dan daya saing bangsa.
“Kearifan lokal perlu diberdayakan atau dikembangkan agar bangsa kita lebih mandiri dan mamapu keluar dari kemelut dan perangkap rejim kapitalisme yang ekpansif,†katanya.
Selain itu, tambah Irwan abdullah, kearifan lokal yang perlu dikaji oleh para ilmuwan diantaranya gaya kepemipinan lokal di berbagai daerah terutama di daerah bekas-bekas kerajaan-kerajaan besar seperti Sriwijaya, Majapahit, Bone, Mataram dan sebagainya untuk dikombinasikan guna menghasilkan gaya kepemimpinan nasional.(Humas UGM/Gusti Grehenson)