Hampir semua pihak dipusingkan situasi krisis yang melanda dunia. Tak terkecuali pemerintah dan masyarakat Indonesia.
“Ini satu krisis yang sangat berbeda. Aneh, Indonesia tidak melakukan apa-apa kok merasakan dampak krisis,” ujar Prof Dr Ichlasul Amal MA, Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional UGM, Senin (15/12) di ruang Multimedia UGM.
Akibat krisis, katanya, semua menjadi pusing. Bahkan prinsip-prinsip ekonomi yang ada tidak dapat berjalan. Semua serba salah, termasuk strategi di bidang ekspor-import barang.
“Kemaren Eropa mengimpor kelapa sawit sebagai bio solar untuk dijadikan bio energi pengganti solar. Lha kini ketika harga minyak turun, apakah mungkin mereka akan menggunakan bio solar sementara harganya lebih tinggi dari solar. Lalu bagaimana dengan ekspor sawit kita,” paparnya.
Dalam seminar “Strategi Indonesia Menghadapi Krisis Ekonomi Global” yang diselenggarakan Pusat Studi Perdagangan Dunia UGM dan Laboratorium Studi Global (LSG) Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fisipol UGM, Amal mengatakan saat ini lebih kurang 100000 perusahaan Amerika bangkrut. Itu berarti banyak terjadi PHK, orang tidak bekerja dan konsumsi mengalami penurunan.
Langkah terbaik memang berusaha membangkitkan perusahaan-perusahaan. Bahkan, lanjut Amal, krisis sendiri belum begitu nampak di Indonesia.
“Puncaknya diprediksi terjadi di tahun 2009. Pemerintah sendiri saat ini melalui Departemen Keuangan menggelontorkan uang Rp 125 triliun dari APBN yang tidak terserap. Uang ini diperuntukkan untuk proyek-proyek infrastruktur bersifat padat karya. Ini dengan pertimbangan guna membuka seluas-luasnya kesempatan kerja,” tandasnya.
Dalam seminar yang diikuti 60 peserta ini, tampak hadir pembicara lain, Prof Dr Dwidjono Hadi Darwanto MS, Guru Besar Ekonomi Pertanian UGM, Denni Purbasari PhD, Anggota Tim Asistensi Menko Perekonomian RI/Dosen Ekonomi UGM dan bertindak selaku moderator Dr Riza Noer Arfani, sekretaris PSPD UGM. (Humas UGM)