Drs Idrus Marham MSc berhasil mendapat gelar doktor bidang ilmu politik dari Universitas Gadjah Mada, Sabtu (17/1), setelah berhasil mempertahankan disertasi di hadapan tim penguji yang dimpim oleh Prof. Dr. Ichlasul Amal, Dr. Pratikno dan Prof. Dr. Bachtiar Effendi. Setelah diumumkan hasil ujian terbuka promosi doktor dengan predikat cumlaude, Idrus dinyatakan sebagai doktor ke 1019 yang telah diluluskan oleh UGM.
Dalam disertasi yang berjudul “Demokrasi Setengah Hati; Studi Kasus Elite Politik di DPR RI 1999-2004”, Idrus mengemukakan, kehadiran elit politik di DPR melalui proses pemilu yang demokratis tidak serta memunculkan ide-ide kebijakan yang mendorong terjadinya perubahan ke arah rezim demokratik.
Menurut Idrus, semua itu, lantaran masih adanya realitas bahwa di dalam menentukan pilihan-pilihan rasionalnya, elit politik di DPR cenderung mengoptimalkan hubungan mereka dengan partai politik yang menaunginya.
“Kondisi ini menyebabkan elit politik DPR sebagai “klien” menjadi sangat “tidak mandiri” karena sangat tergantung pada “patron politiknya”,” ujarnya.
Di dalam hampir semua kasus pembahasan RUU di DPR, kata Idrus, proses dan dialektika politik di DPR diawali dengan penentuan posisi politik subyektif fraksi-fraksi sebagai perpanjangan tangan DPP partai politik masing-masing.
Oleh sebab itu, lanjut Idrus, dapat dipahami mengapa proses politik di DPR, dalam kasus tertentu, lebih banyak dilakukan di luar forum persidangan secara resmi, mengingat yang terjadi adalah lobi dan barter politik untuk menentukan kompromi dan deal politik atas berbagai kepentingan politik subyektif masing-masing.
“Ketiadaan tradisi perdebatan kualitatif dan sebaliknya mengemukanya pertarungan kepentingan subyektif antarfraksi yang menyebabkan mengemukanya fenomena “demokrasi setengah hati”tersebut tentu saja sangat berpengaruh pada kualitas perundang-undangan yang dihasilkan,” ujar pria asal Pinrang, Sulawesi Selatan ini.
Diakui oleh mantan ketua pansun RUU Pemilu 2009 ini, para elit politik di DPR cenderung meminimalisasi resiko atas kepentingan politiknya, sehingga enggan merespon perubahan menuju terciptanya rezim politik yang demokratis secara cepat, tepat dan mendasar bahkan cenderung pro statusquo.
Mengemukanya “demokrasi setengah hati”, menurut Idrus, bagaimanapun dapat berimplikasi secara luas bagi kemerosotan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang sesungguhnya memiliki potensi untuk menjadi bangsa yang besar, kuat, demokratis sekaligus disegani Negara-negara lain.
“Apabila perilaku elit politik tidak berubah dan semata-mata hanya memperkuat fenomena “demokrasi setengah hati” maka hal tersebut benar-benar merupakan sinyal bagi “lonceng kematian demokrasi”,” kata Anggota DPR RI dari fraksi Partai Golkar ini.
Ujian promosi doktor yang berlangsung di Gedung Sekolah Pascasarjana UGM dihadiri Wapres Jusuf Kalla, Mendagri Mardiyanto, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, Menteri Hukum dan HAM Andi Matalata, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dan sejumlah pejabat penting lainnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)