Puluhan mahasiswa dan dosen Jurusan Arkeologi UGM menggelar aksi menolak pembangunanPusat Informasi Majapahit (Trowulan Information Centre) meski pemerintah melalui Depbudpar untuk sementara telah menghentikan proses pembangunannya.
Peserta aksi yang kebanyakan masiswa arekeologi ini selain mendesak agar pembangunan Pusat Informasi Majapahit dihentikan juga dipindahkan karena dinilai telah merusak situs Trowulan. Menurut mereka prosedur pembangunannya menyalahi tanpa disertai penelitian terlebih dahulu.
“Proses pembanguannanya dilakukan secara tergesa-gesa tanpa disertai penelitian arkeologis terlebih dahulu, kalau tetap diteruskan akan merusak dan tidak melestarikan peninggalan purbakala ,” ujar Ketua Jurusan Arkeologi, FIB UGM, Prof Dr Inajati Adrisijanti di sela-sela aksi di Tugu Yogyakarta , Sabtu (10/1). Prof Dr Inajati Adrisijant Menurut Inajati, pembangunan Pusat Informasi Majapahit (PIM) ini secara prosedur dinilai telah salah maupun pemilihan lokasi penanaman tiang ang justru menutup dan merusak beberapa situs. Dirinya mendesak agar pembangunan situs ini dihentikan. Jika pun akan dibangun harus tidak harus berada di atas situs Trowulan. Meski demikian, Inajati sendiri mengaku belum mengetahui siapa yang bertanggungjawab dalam kasus ini, apakah pihak ketiga dalam hal ini kontraktor ataukah pemerintah.
“PIM nya sangat bermanfaat, tapi lokasinya jangan di situs tersebut karena setiap jengkal tanah di situs Trowulan itu ada sisa-sisa peninggalan sejarah yang mahal harganya,” kata Inajati.
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Arkeolog UGM Dr Daud Aris Tanudirjo mengatakan bahwa kesalaahan pokok dalam pelaksanaan pembangaunan PIM karena tidak mengikutsertakan penelitian penggalian secara arkeologis terlebih dahulu.Dr Daud Aris Tanudirjo “Kerusakan itu terjadi karena penggalian yang tidak dilakukan secara arkeologis, itu yang kita sangat sayangkan, sehingga banyak situs-situs yang rusak,” katanya. Menurut Daud, penelitian arkelogis sangat penting untuk mengetahui lokasi yang bisa dibangun dan tidak boleh dibangun. “Tetapi, entah faktor apa, yang didahulukan adalah dengan mendirikan tiang atau pancang terlebih dahulu, lalu kemudian semuanya dibersihkan, ini khan kita tidak tahu berapa situs yang kena,” ujarnya.
Meski pembangunannya sudah dihentikan, imbuhnya, namun jumlah kerusakan yang ditimbulkan akibat pembangunan tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja sehingga perlu dilakukan pembenahan tidak mengalami kerusakan lebih lanjut.
“Kita tidak lagi dalam konteks mendesak menutup, yang harus kita lakukan ke depan adalah bagaimana yang rusak itu tidak semakin rusak. Memang secara arkeologis, sudah banyak yang rusak,” kata anggota tim evaluator PIM yang ditunjuk oleh direktorat purbakala, Depbudpar.
Semnetara koordinator aksi, Helmi anwar, dalam orasinya mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan pembangunan pusat informasi majapahit, serta mempertanggungjawabkan kerusakan situs trowulan akibat pembangunan.
“Akankah kita biarkan identitas bangsa kita dirusak oleh oknum yang tidak bertanggungjawab ini, kita mendesak agar pembangunan ini dihentikan dan sebaliknyamelestarikan situs trowulan sebagai identitas bangsa,” ujarnya
Dalam aksi tersebut para mahasiswa juga membawa berbagai spanduk dan poster yang diantaranya bertuliskan “ Hentikan Perusakan Kawasan Cagar Budaya”, dan “Gerakan Peduli Benda Cagar Budaya”. Aksi demo dilanjutkan dengan longmarch dari Tugu menuju Benteng Vredeburg di kawasan Jalan Malioboro dan diakhiri penandatngan pada spanduk keprihatinan. (Humas UGM/Gusti Grehenson)