Pakar Hukum Prof Dr Sudjito SH MSi menilai setelah sepuluh tahun Indonesia memasuki era reformasi, ternyata banyak produk perundang-undangan yang cacat ideologis. Padahal dari awal reformasi reformasi salah satu yang dideklarasikan adalah menciptakan produk hukum yang berdasarkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang bersumber dari pancasila.
“Produk hukum kita tak lagi bersumber pada pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, namun sudah tercerabut dari akar-akarnya dan mengarah ke ideologi asing,” ungkap Pof Sudjito, di sela pembacaan Maklumat Akademik UGM, Jumat (9/1), di Balai Senat.
Diakui Sudjito, hampir semua produk perundangan, imbuh Sujito, lebih bersifat individualistik dan kapitalis karena diproduksi oleh lembaga legislatif yang dihuni oleh angota-anggota DPR yang tidak berkualitas.
“UU Kehutanan, misalnya, tak satu pun pasal yang memihak rakyat. Begitu pula UU Penanaman Modal Asing, UU Pertambangan, bahkan UU BHP yang mengatur pendidikan pun tak selaras dengan ideologi bangsa,” imbuhnya.
Kondisi semacam itu terjadi, menurut Sudjito, karena penyusunan perundang-undangan seringkali ditangani oleh orang yang tidak kompeten. Menurutnya keadaan ini harus segera dikoreksi, karena masih banyak produk perundangan yang menunggu giliran penyusunannya.
Dirinya juga berharap, penyusunan dan penerbitan produk perundang-undangan jangan hanya mengejar batas waktu seiring akan habisnya masa tugas dari anggota legislatif . Sehingga pembahasan UU dilakukan secara tergesa-gesa sehingga produk perundang-undangan yang dihasilkan [un tidak berkualitas.
“Jangan hanya karena sebentar lagi akan lengser, proses penyusunan perundangan kemudian dipercepat. Lebih baik ditunda hingga tahun mendatang,” tutur Guru Besar Fakultas Hukum UGM ini.
Sebelumnya, dalam pembacaan Maklumat Akdemik yang dibacakan oleh Rektor UGM Prof Ir Sudjarwadi MEng PhD menandaskan masih sangat sedikitnya jumlah “pengemudi” reformasi yang mampu menerapkan ilmu pengetahuan yang komprehensif dan terpadu karena cara rekrutmen sejumlah besar calon pemimpin cerdas berdasarkan kemampuan pengetahuan, emosi dan spiritual mengalami kendala.
“Solusi yang dikerjakan para pemimpin yudikatif, legislatif dan eksekutif sampai saat ini adalah solusi bersama, dengan niatan yang sebagian besar sesuai dengan ukuran dan kemampuan ilmu pengetahuan masing-masing. Namun secara kolektif dan komprehensif kelemahan sistem yang ada memberikan hasil yang jauh dari harapan bangsa indonesia,” jelasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)