Orang tua diharapkan mewaspadai tingkah laku anak saat menonton TV. Terlebih, jika anak sudah mulai menunjukkan gerakan 5 M : Memicingkan mata, Merem, Memiringkan kepala, Maju-maju mendekat obyek TV dan Melotot.
Kata Prof dr Wasidi SP M(K), itu menjadi pertanda, jika anak telah menderita kelainan pada penglihatannya. Orang tua semestinya tanggap dan cepat membawa anak berobat ke dokter mata.
Demikian diungkapkannya saat dikukuhkan sebagai Guru Besar pada Fakultas Kedokteran UGM, Senin (10/12) di ruang Balai Senat.
Menurut Prof Wasidi, anak tersebut dimungkinkan mengidap penyakit ambliopia, yaitu berkurangnya visus atau berkurangnya ketajaman penglihatan unilateral (satu mata) atau bilateral (dua mata). Meski, secara phisik tidak ditemukan kelainan struktur mata atau lintasan visual bagian belakang.
Hal ini merupakan akibat pengalaman visual yang abnormal pada masa lalu (masa perkembangan visual) yang disebabkan strasbismus atau mata juling, animosometropia atau bilateral ametrop yang tinggi, serta ambliopia exanopsia. “Penurunan tajam penglihatan mungkin sangat ringan sehingga sulit dideteksi atau sedemikian parah, sehingga tidak mampu membedakan bentuk walaupun masih bisa melihat cahaya,†ujar Prof Wasidi.
Prof Wasidi Gunawan lahir di Klaten 7 April 1950. Suami Endah Tri Andari, ayah dari dr Wahyu Sasongko, dr Rinanto Prabowo, Novianti Primasari SKed dan Dhimas Hari Sakti ini dalam pengukuhannya menyampaikan orasi berjudul “Gangguan Penglihatan Pada Anak Karena Ambliopia dan Penanganannyaâ€.
Ambliopia, katanya, bisa menyebabkan penderitaan seumur hidup. Sebagai masalah kesehatan yang terjadi di tengah masyarakat, segala upaya untuk mengatasinya ternyata menelan biaya yang tidak sedikit. Selain itu, membutuhkan kedisiplinan yang tinggi, baik dokter maupun pasien serta memakan waktu penanganan yang cukup lama.
Studi mengenai insidens dan prevalensi secara khusus jarang dilakukan. Di Amerika, insidens dan prevalensi ambliopia pada anak-anak berkisar 1% hingga 5%, sementara prevalensi ambliopia di India sebesar 4,3%.
“Di Indonesia, prevalensi abliopia pada murid-murid kelas I SD di Kotamadya Bandung pada tahun 1989 sebesar 1,56%,†jelasnya.
Hasil penelitian tahun 2002 mengenai ambliopia di Yogyakarta, didapat insidensi ambliopia anak-anak SD di perkotaan sebesar 0,25%, sedangkan di daerah pedesaan sebesar 0,20%. Penyebab ambliopia terbesar pada studi tersebut adalah anisometropia, yaitu sebesar 44,4%.
“Sedangkan penelitian ambliopia pada 54 260 anak SD di 13 Kecamatan di DIY tahun 2005 dengan kriteria ambliopia yaitu visus dengan koreksi terbaik < 20/30, dan terdapat paling sedikit perbedaan pembacaan 2 baris Optotipe Snellen antara mata kanan dan kiri, menggunakan teknik crowding phenomenon, neutral density filter, dan tidak ditemukannya organik, dan ternyata hanya menemukan prevalensi ambliopia sebesar 0,35%,†tandasnya. (Humas UGM).