Usianya sudah tua. Tetapi, para mahasiswa dan dosen masih memakainya.
UGM kini tengah berusaha menuju World Class Research University (WCRU). Berbagai usaha telah dilakukan. Kendati begitu, ada saja yang kurang. Salah satunya adalah pengadaan mikroskop untuk laboratorium.
Lihatlah, Laboratorium Ekologi milik Fakultas Biologi. Mikroskop yang terdapat di sana sudah sangat tua dan terbatas jumlahnya. “Mikroskop di sini memang sudah sangat tua. Ada delapan mikroskop buatan tahun 1985, yang terbaru pun masih tahun 1995, itu juga hanya dua buah,” ujar Suyono, laboran Laboratorium Ekologi Fakultas Biologi UGM.
Mikroskop yang ada kebanyakan merupakan buatan Swiss. Tetapi, ada empat mikroskop yang asli buatan Indonesia. Karena usia mikroskop yang sudah tua, hasil pengamatan jadi kurang sempurna.
Tak hanya usianya yang sudah lanjut, jumlah mikroskop yang hanya sepuluh buah juga menjadi kendala dalam kegiatan laboratorium mahasiswa. “Saat ini hanya ada 10 mikroskop untuk 60 mahasiswa. Jumlah minimalnya saja kurang. Idealnya kan paling tidak ada 30 mikroskop sehingga setidaknya satu mikroskop bisa untuk dua orang,” kata Suyono.
Untuk mensiasati kurangnya mikroskop, Laboratorium Ekologi meminjam sejumlah mikroskop di Laboratorium Anatomi dan Laboratorium Histologi. Peminjaman ini juga masih terbatas jumlahnya sekitar sepuluh mikroskop. Jadwal peminjaman harus disesuaikan dengan jadwal penggunaan di kedua laboratorium. Tak jarang, untuk bisa melakuakan pengamatan di Laboratorium Ekologi, mahasiswa baru bisa melaksanakannya pada malam hari, pukul 5 s.d. 8 malam.
Laboratorium Ekologi digunakan oleh mahasiswa Fakultas Biologi yang mengambil mata kuliah pilihan, seperti Limnologi, Pencemaran Lingkungan, dan Ekologi Lanjut. Penggunaan mikroskopnya sendiri terbilang cukup intensif. Dalam satu minggu penggunaanya bisa mencapai tiga hingga empat hari dan memakan waktu berjam-jam. Mikroskop digunakan setiap ada praktikum dan pengamatan untuk skripsi mahasiswa S-1 maupun tesis mahasiswa S2, tentu saja dengan sistem giliran.
Suyono mengakui banyak mahasiswa yang mengeluhkan kekurangan fasilitas yang ada tersebut. Menindaklanjuti hal ini, pengelola laboratorium sudah mengajukan pengadaan mikroskop kepada pihak fakultas yang kemudian akan diteruskan mengajukan ke pihak universitas. “Pengajuan sudah dilakukan sejak 2008, tapi baru akan turun mungkin 2010. Itu juga hanya sekitar lima mikroskop,” tukas Suyono.
Hilman, mahasiswa Biologi 2006, menyatakan keprihatinannya terhadap kurangnya sarana prasarana yang ada tersebut. “Rusak itu pasti, tapi untungnya ada beberapa yang masih bisa dipakai. Mahasiswa sampai pernah mengirim surat pada dekanat. Tapi ya bagaimana, memang kurang jumlahnya dan sudah tua. Moga aja kalau memang mau diberi yang baru, itu segera terealisasi,” katanya.
Di atas semua itu, satu hal perlu diungkapkan. Para dosen dan mahasiswa sangat terkesand engan kesungguhan laboran merawat dan memelihara mikroskop itu (Susan, Abrar)