Pertanian merupakan salah satu basis ekonomi kerakyatan di Indonesia. Pertanian pula yang menjadi penentu ketahanan, bahkan kedaulatan pangan. Namun, sektor pertanian sebagai salah satu faktor yang mengindikasikan tingkat kesejahteraan dan peradaban suatu bangsa, kini semakin tidak diminati generasi muda. Banyak yang mengidentikkan dunia pertanian dengan pekerjaan kelas rendahan.
Akan tetapi, dikatakan oleh Drs. Sudrajat Rasyid, M.M., staf Deputi Kewirausahaan Pemuda dan Pemasyarakatan Industri Olahraga, Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, bahwa pada kenyataannya masih ada pemuda yang bekerja di sektor pertanian meskipun jumlahnya relatif sedikit. Hampir 60% SDM pertanian berusia di atas 50 tahun dengan tingkat pendidikan rendah.
“Saat ini sudah mulai ada pemuda yang berbisnis di bidang pertanian ini. Untuk menarik lebih banyak generasi muda berkecimpung di bidang ini, maka perlu dibuka akses yang lebih besar pada pemuda, terutama yang telah menyelesaikan pendidikan setingkat SMA serta perguruan tinggi untuk membuka usaha berbasis pertanian. Di samping hal tersebut, juga dengan mengembangkan berbagai program pelatihan kewirausahaan sektor pertanian,” jelasnya di Auditorium Fakultas Pertanian UGM, Rabu (15/7).
Adanya usaha yang sistemik dan sistematik untuk mengembangkan sektor pertanian sebagai basis usaha ekonomi, industri, dan bisnis kreatif, integrasi mata rantai industri hulu-hilir, juga merupakan upaya yang harus segera diwujudkan. Lebih lanjut dikatakan Sudrajat dalam Seminar Nasional “Bangkitkan Semangat Generasi Muda Indonesia dalam Bidang Pertanian”, dari keseluruhan upaya tersebut, jangan dilupakan pula untuk melakukan promosi, eksebisi karya, dan produk wirausaha muda berbasis pertanian.
Ditambahkan Sudrajat, Kementerian Pemuda dan Olahraga melalui Deputi Kewirausahaan Pemuda dan Industri Olahraga berupaya memfasilitasi perluasan dan penguatan jaringan kemitraan bisnis wirausaha muda di dalam dan luar negeri. Di samping itu, juga diadakan pelatihan kader wirausaha muda dan pembentukan inkubator bisnis wirausaha muda di bidang pertanian.
Dengan langkah-langkah tersebut, imbuh Sudrajat, ke depannya diharapkan pemuda mampu menjadi “prime mover” kebangkitan ekonomi, industri, dan bisnis kreatif sektor pertanian yang berakar di masyarakat. Dituturkan olehnya, “Dengan tumbuhnya wirausaha muda di bidang pertanian ini diharapkan akan mempercepat penanggulangan pengangguran dan pengentasan kemiskinan. Selain itu, kekuatan ketahanan dan kedaulatan pangan segera terwujud dan pada akhirnya menjadikan Indonesia menjadi sebuah negara industri pertanian yang maju.”
Sementara itu, Ir. Tri Wibowo Susilo, M.B.A., Direktur Utama Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), mengatakan hingga saat ini sebagian besar kebutuhan pangan Indonesia masih dipenuhi dengan produk-produk pertanian impor. Sebagai contoh, untuk memenuhi kebutuhan pangan tempe-tahu, Indonesia masih harus mengimpor sekitar 1 juta ton kedelai. Sementara untuk industri susu, masih mengimpor bahan baku kurang lebih 150 juta ton. Pemenuhan kebutuhan tepung dan telur bahkan masih sepenuhnya (100%) mendatangkan dari luar negeri.
“Kenyataan ini menunjukkan kalau sebenarnya masyarakat kita sudah terjebak dan terbuai dalam budaya yang serba instan, lebih memilih yang sudah ada daripada repot-repot mengolahnya sendiri. Padahal, Indonesia merupakan negara yang kaya dan memiliki peluang yang cukup besar untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri,” ujarnya. (Humas UGM/Ika)