Dalam masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, terdapat berbagai jenis upacara yang berkaitan dengan kepercayaan. Salah satu yang dianggap penting dalam kehidupan orang Jawa di masa lampau adalah ritual ruwatan. Ruwatan diyakini sebagai sarana pembebasan dan penyucian diri dari segala malapetaka dan kesialan hidup/sukerta. Mereka yang telah melakoni ruwatan dipercaya akan terbebas dari sukerta.
Meskipun tidak sebanyak dulu, ritual ruwatan masih dapat dijumpai di masyarakat hingga kini. Namun demikian, tidak sedikit yang mempertanyakan tentang makna, hakikat, dan relevansinya dalam kehidupan modern ini. Dikatakan oleh Dr. Budya Pradipta, Guru Besar Universitas Indonesia (UI), bahwa tradisi ruwatan sampai saat ini masih relevan karena merupakan sebuah produk jalan budaya. Relevansi dalam kehidupan kala kini dikaitkan dengan kenyataan bahwa manusia pada dasarnya menghadapi dua pilihan, yakni baik atau tidak baik.
“Ruwatan ini merupakan contoh kontemplatif untuk mengingatkan agar seseorang tidak terjerumus dalam perilaku yang tidak baik dan untuk selalu menjalankan hidup “Hamemayu Hayuning Bawana,” terang pakar kejawen ini dalam Seminar Nasional Ruwatan di Ruang B Grha Sabha Pramana (GSP) UGM, Jumat (17/7).
Sementara itu, Prof. Dr. Ayu Sutarto, staf pengajar Universitas Jember, mengemukakan tradisi ruwatan masih tetap dilakukan dan dipelihara oleh masyarakat hingga kini karena dipercaya menjadi sarana komunikasi yang produktif. Ritual yang merupakan salah satu bentuk budaya spiritual dianggap sesuatu yang produktif oleh para pewarisnya karena selain dipercaya dapat menangkal petaka, mendekatkan pada sang pencipta, juga mampu membuat manusia lebih mengutamakan keluhuran budi daripada memburu kuasa dan harta.
“Ruwatan sesungguhnya merupakan suatu usaha untuk membangun keselarasan dan komunikasi antarmanusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan, serta manusia dengan alam. Usaha tersebut dipertajam melalui upaya-upaya serta perbuatan yang lebih menganakemaskan keutamaan budi,” jelasnya..
Apabila yang tumbuh dalam hati manusia hanyalah ketamakan dan kedengkian serta iri hati, kehidupan manusia akan terganggu. Begitu juga dengan keharmonisan manusia dengan manusia, alam, serta Tuhan. Ditambahkannya, agar manusia selalu hidup damai, maka budaya spiritual harus ditegakkan karena hal itu merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan manusia. (Humas UGM/Ika)