Salah satu dosen Fakultas Biologi UGM, Dr. Endang Semiarti, M.S., M.Sc., berhasil menjadi pemenang pertama Nagoya International Orchid Congress (NIOC) Encouraged Award 2009 pada 11 Maret lalu di Nagoya Dome-Jepang. Penghargaan diberikan atas capaian dalam bioteknologi anggrek. Kelompok penelitian Endang menemukan metode transfer gen yang lebih mudah, tetapi menghasilkan frekuensi masuknya gen lebih tinggi ke sel tanaman anggrek.
NIOC Encouraged Award 2009 merupakan kegiatan tahunan yang memberikan penghargaan kepada peneliti dengan hasil penelitian terbaik tiap tahunnya. Acara digelar bersamaan dengan Nagoya International Orchid Show. Dalam kesempatan tersebut, hasil penelitian Endang diakui cukup baru dan mutakhir.
Endang dinobatkan menjadi juara pertama dan berhasil mengungguli 159 peserta peneliti dari 36 negara, antara lain, Jepang, Taiwan, Thailand, Singapura, Inggris, dan beberapa negara Eropa lainnya. Sementara itu, pemenang kedua dan ketiga berturut-turut diraih oleh Dr. Hideki Kondo dari Okayama University-Jepang dan Dr. S. Mita dari Shizuoka University.
Dalam penelitian Endang, anggrek yang digunakan adalah anggrek alam Phalaenopsis amabilis atau lebih dikenal sebagai anggrek bulan, tanaman yang dinobatkan sebagai “Puspa Pesona Indonesia” oleh Ibu Tien Soeharto pada 1992. Salah satu kelebihan penelitian Endang ialah metode baru perbanyakan tanaman anggrek secara massal dan cepat dengan pendekatan genetika molekuler dan aplikasi teknik kultur jaringan.
“Tekniknya mudah dan reproduksibel, juga menghasilkan tunas dalam jumlah banyak sehingga dapat digunakan sebagai terobosan baru dalam teknik kultur jaringan tanaman anggrek,” kata Endang dalam bincang-bincang dengan wartawan di Ruang Fortakgama, Selasa (14/4).
Diterapkannya metode transformasi gen pada tanaman anggrek dapat menghasilkan tunas baru dalam jangka waktu satu tahun. Dengan demikian, waktu yang diperlukan jauh lebih singkat dibandingkan dengan cara konvensional yang setidak-tidaknya membutuhkan dua tahun untuk menghasilkan tunas baru dan tiga tahun untuk menghasilkan bunga pertama.
“Dengan metode ini, terbukti dua tahun anggrek bisa menghasilkan bunga. Sudah saya terapkan ke beberapa tanaman anggrek lainnya seperti Vanda tricolor forma Bali dan forma Merapi,” kata Endang yang mengaku mendapatkan hadiah bantuan dana penelitian sebesar 125 ribu yen dan sempat mendapat perhatian khusus dari Permaisuri Jepang.
Delapan Tahun Teliti Anggrek
Ketertarikan Endang pada tanaman anggrek bukan tanpa alasan dan bermula dari keprihatinan terhadap perkembangan peranggrekan di tanah air dalam sepuluh tahun terakhir. Pada tahun 2001, berbekal ilmu genetika molekuler tanaman dan bioteknologi yang diperoleh setelah lulus doktor di Jepang, Endang mulai meneliti anggrek bulan alam Indonesia Phalaenopsis amabilis dari aras molekular sampai ke tingkat individu.
“Selama tiga tahun pertama saya hampir putus asa karena saat itu saya bekerja sendirian, apalagi metode ini tidak langsung berhasil. Hampir semua uang gaji dan sisa beasiswa saya dari Jepang habis untuk itu,” katanya.
Baru pada 2004 penelitiannya menampakkan hasil. Endang pun banyak melakukan presentasi ke berbagai tempat dan meraih bantuan dana penelitian dari Jepang sebesar 238 juta yen selama lima tahun. (Humas UGM/Gusti Grehenson)