Tim mahasiswa jurusan Elektronika dan Instumentasi (Elins) FMIPA UGM yang terdiri Gallan Kusuma, Fauzi Marjalih, dan Akbari Indra Basuki berhasil meraih juara nasional lomba inovasi teknologi pembuatan prototipe penakar hujan berbasis mikrokontroler yang diadakan BMKG,17-18 Maret lalu. Tim dari UGM ini berhasil mengalahkan 10 finalis yang berasal dari ITB Bandung, UI Jakarta, Universitas Al Azhar Jakarta, Unibraw Malang, Universitas Binus Jakarta, Unhas Makassar, Universitas Ahmad Yani Bandung dan Universitas Taruma Negara Jakarta.
Salah satu karya inovasi tim Elins berupa prototipe penakar hujan otomatis multiarea dengan komunikasi wireless berbasis radio frekwensi dan online via internet sebagai monitor jarak jauh. Disebutkan oleh Galan, keunggulan prototipe ini dapat mentransmisi data dan mengolah data curah hujan langsung ke monitor lewat online dan dapat ditampilkan secara grafis statistik.
“Keunggulam prototipe ini bisa digunakan untuk berbagai macam sensor, dapat digunakan ini untuk transmisi data dan pengolahan data diakusisi oleh komputer,” ujar Galan dalam bincang-bincang dengan wartawan di ruang fortakgama, jumat (24/4).
Diakui mahasiswa jurusan Elektronika dan Instumentasi FMIPA UGM ini, selama ini pengambilan data ada seperti di BMKG masih bersifat manual dan belum diakusisi oleh komputer. Disamping itu, tambah Galang, prototipe ini bisa memudahkan dalam pengolahan data curah hujan yang relatif lebih mudah, dengan biaya lebih murah dan waktu pengiriman data yang lebih cepat.
“Kita menggunakan prototipe dengan biaya yang sangat terjangkau, transmisis juga dalam segala macam bentuk data. Pengolahan data yang lebih mudah dan jangkauannya bisa diperluas,” ujar pria asal Cilegon Banten ini.
Dari penemuan prototipe ini, kata Gallan, data pembacaan sensor dapat langsung disimpan di flash memori, lalu ditampilkan ke LCD serta dikirim ke komputer dari jarak jauh, sehingga tidak memiliki maslah dalam penempatan sensor penakar hujan,” ujarnya.
Diakui Gallan, secara umum alat penakar hujan yang digunakan secara standar internasional menggunakan tipping bucket, namun pada umumnya memiliki masalah dalam akusisi data. Bahkan pengambilan data masih ada yang bersifat manual dan belum akusisi oleh komputer. Menurutnya, sensor ini dapat diletakkan dimana saja, baik di tengah lapangan maupun di tempat yang sulit di jangkau tanpa mempermasalahkan sistem perkabelan.
“Penggunaan Radio Frekwensi (RF) yang kita pasang pada alat penakar hujan sebagai sistem transmisi pengiriman data, sehingga memungkinakan beberapa data logger terhubung sekalius ke komputer,” paparnya.
Salah satu anggota tim lainnya Fauzi Marjalih, mengakui pengambilan sampel curah hujan melalaui prototipe ini dapat dilakukan secara otomatis dan realistis pada beberapa tempat sekaligus. Koneksi langsung ke internet, memungkinkan data dapat langsung dikirim ke server internet secara real time ataupun secara berkala. Sebagai hasilnya, data curah hujan dapat diakses oleh khalayak umum kapan saja dan dimana saja memalui internet.
“Dalam prototipe yang kita lombakan ini mampu menjangkau wilayah dalam radius kurang lebih 200 meter, apabila ditambah dayanya maka akan mampu menjangkau wilayah ratusan kilometer,” paparnya.
Apa yang diutarakan oleh Fauzi, diamini oleh dosen pembimbing sekaligus ketua progran studi Elins FMIPA Dr Agus Harjoko, menurutnya, buatan prototipe mahasiswanya relatif baru dan belum dikembangkan di Indonesia. Sehingga apabila dikembangkan lebih lanjut bisa digunakan sebagai informasi curah hujan multi area dan multi channel dalam radius ratusan kilometer.
“Dengan meningkatkan radio frekwensi, jenis prototipe ini bisa mengirimkan data curah hujan di Gunung lawu, tinggal dibaca dari Jogja,” paparnya.
Ditambahkan Akbar, prototipe penakar hujan otomatis ini pengolahan datanya diolah secara statistik. Data kadar curah hujan yang diterima oleh sensor dikirim dalam tiapa waktu. “Artinya setiap curah hujan per milimeter dalam tiiping bucket akan dilaporkan secara otomatis dalam data statistik, tiap detik, menit, dan tanggal,” katanya.
Lebih jauh Indra menjelaskan mekanisme kerja prototipe ini, curah hujan yang melalui tipping bucket dikirim lewat radio frekuensi. Setiap jungkit tipping bucket mampu membaca 0,2 hingga 0,5 mili meter curah hujan.
“Misalnya lima jungkitan tipping bucket tiap menit maka akan lima dikalikan 0,2 mili meter. Kemudian data dikirim lewat omputer yang ditampilkan secara grafis,” jelasnya.
Gallan menambahkan, prototipe ini tidak hanya untuk mengukur kadar curah hujan, namun juga bisa digunakan deteksi polusi udara, longsor dan gempa.
“Disesuaikan dengan berbagai macam sensor berdasarkan integrasinya, setiap pergeseran tanah sedikit saja akan dikirm datanya,” jelasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)