Yogya, KU
Hingga tahun 2008, sedikitnya 116 kasus anti dumping yang dituduh kepada Indonesia oleh 23 negara. Jumlah kasus ini merupakan yang paling banyak dibandingkan Amerika (20 kasus), India (19 kasus), Afrika Selatan (11 kasus), Selandia Baru (11 kasus), Malaysia (8 kasus), Turki (6 kasus), Argentina (5 kasusu), Mexico (3 kasus).
Sementara penggunaan hak anti dumping, Indonesia baru mengenakan tindakan anti dumping terhadap impor baru 34 kasus. Jumlah ini merupakan yang paling rendah dibandingkan India (372 kasus), Amerika (245 kasus), Uni Eropa (252 kasus).
Informasi tersebut disampaikan oleh ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Halida Miljani, dalam “Sosialisasi Instrumen Pengamanan Perdagangan”, kerjasama Fakultas Hukum (FH) UGM dan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) di ruang seminar sekolah pascasarjana, Selasa (26/5).
Diakui Halida, saat ini pemerintah sedang berusaha melindungi industri dalam negeri terhadap tindakan curang atau tuduhan dumping yang dilakukan oleh pihak luar negeri sehingga dibentuk komite anti dumping dan anti subsidi.
“Selaku anggota WTO kita bisa mengenakan tindakan anti dumping terhadap impor yang disinyalir melakukan dumping guna menanggulangi dampak persaingan curang,” katanya.
Diakui Halida, tindakan anti dumpng hanya dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan bahwa impor dumping telah mengakibatkan kerugian material kepada industri domestik. Adapun tindakan pemulihan yang diijinkan untuk melawan persaingan yang curang akibat dumping dengan cara pengenaan bea masuk anti dumping sebesar marjin dumping yang ditemukan.
“Namun harus didahului dengan penyelidikan yang membuktikan adanya dumping. Posisi pemerintah memang cukup sulit, pengenaan bea masuk guna melindungi kepentingan nasional tetap saja ada pihak yang mengambil keuntungan dan ada yang merasa dirugikan,” katanya.
Disamping itu, kata Halida, Indonesia juga belum pernah melakukan upaya anti subsidi kepada negara lain, padahal indonesia sendiri sudah dikenakan 10 kasusu anti subsidi. “Indonesia belum melakukan anti subsidi, bahkan kita dituduh kasusu anti subsidi oleh negara lain,” imbuhnya.
Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM Prof. Dr. Nopirin, M.A., menegaskan bahwa dampak dumping bisa merugikan produsen di negara yang kena dumping. Karena, produksi dapat tutup akibat kalah bersaing, terkecuali tidak ada produsen barang sejenis yang didumping. Sementara dari segi konsumen akan diuntungkan, karena bisa membayar harga yang lebih murah.
“Kebijakan anti dumping dapat dilakukan dengan pengunaan biaya masuk, pembatasan impor atau subsidi,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)