Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960 hingga saat ini belum mampu menyejahterakan rakyat. UUPA pada kenyataannya bahkan belum mampu mengatur secara detail tentang aset, termasuk tanah yang merupakan bagian di dalamnya. Oleh karena itu, diperlukan tambahan UU yang dapat mengatur lebih detail tentang aset sehingga mempermudah pelaksanaannya.
Demikian dikatakan Dr. Akhmad Makhfatih, Ketua Pengelola Program Magister Ekonomika Pembangunan UGM, Rabu (22/7) di kampus UGM menjelang penyelenggaraan Seminar Nasional “Evaluasi Undang-Undang Pokok Agraria dan Prospek Undang-Undang Pertanahan menuju Efektivitas Pengelolaan Aset dan Properti”. Menurutnya, UU Agraria hingga saat ini masih cukup menarik untuk dibahas karena UU tersebut belum pernah mengalami perbaikan sejak diterbitkan pada tahun 1960.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) sendiri mencatat 7.491 kasus tanah bermasalah. Jumlah tersebut terdiri atas 4.581 kasus sengketa, 858 konflik, dan 2.052 berperkara. Jika dihitung, nilai opportunity loss-nya mencapai miliaran hingga triliunan rupiah. “Di samping itu, masih banyak tanah terlantar sehingga kalaupun kemudian ada pulau diklaim pihak lain, hal itu tentu juga karena tanah tersebut terlantar,” ujar Akhmad Makhfatih.
Data BPN mencatat jumlah tanah terlantar di Indonesia di luar hutan mencapai sekitar 7,1 juta ha. Dengan asumsi tanah tersebut ditanami tanaman perkebunan tipikal dengan besaran nilai moderat, nilai produksi tanah diperkirakan akan hilang sebesar 78,2 triliun per tahun. Belum lagi masalah petani yang tidak memiliki tanah, tidak tersedianya tanah untuk perumahan murah, penyedia tanah yang sulit untuk membangun infrastruktur, dan berbagai permasalahan lainnya.
Dengan melihat kenyataan tersebut, dapat dibayangkan betapa kompleks dan beratnya upaya untuk meningkatkan atau menyempurnakan fungsi sistem pengelolaan pertanahan untuk dapat menjadi landasan kebijakan administrasi pertanahan yang lebih baik. Dalam hal inilah, MEP UGM ingin berkontribusi untuk tujuan tersebut dan berharap pemerintahan baru akan memberikan perhatian pada permasalahan-permasalahan pertanahan.
Dr. Ertambang Nahartyo selaku ketua panitia menambahkan seminar nasional yang akan digelar pada hari Sabtu, 25 Juli 2009 di Hotel Hyatt Regency Yogyakarta ini akan diawali dengan keynote speech dari Menteri Negara Perumahan Rakyat RI. Dilanjutkan kemudian diskusi sesi satu bertema “Evaluasi UU Pokok Agraria dan Rekomendasi untuk UU Pertanahan” dengan pembicara Dr. Yuswanda A. Tumenggung, Ir. Doli D. Siregar, M.Sc., dan Prof. Dr. Nurhasan Ismail serta moderator Prof. Dr. Insukindro, M.A.
Selanjutnya, diskusi sesi dua akan mengupas “Implikasi UU Pertanahan terhadap Praktik Penilaian Properti dan Kebijakan Ekonomi Kerakyatan” dengan menghadirkan pembicara Ir. Hamid Yusuf, Ketua MAPPI, Drs. Revrisond Baswir, M.B.A, Barnabas Suebu, Gubernur Papua, dan sebagai moderator Prof. Lincolin Arsyad, Ph.D. (Humas UGM)