Bisnis properti dan perumahan di Indonesia hingga semester kedua tahun ini mulai bergairah. Hal tersebut ditandai dengan makin banyaknya pengusaha dan pelaku properti di Indonesia yang terus mengembangkan bisnis propertinya.
“Banyak pelaku properti yang langsung bekerja dan langsung lompat mengembangkan bisnisnya tanpa banyak kendala,” kata Menteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera) RI, Drs. Muhammad Yusuf Asy’ari, M.Si., Akt., kepada wartawan usai mengisi Seminar Nasional ‘Evaluasi UUPA dan Prospek UU Pertanahan menuju Efektivitas Pengelolaan Properti Aset dan Properti’ di Hotel Hyatt Yogyakarta, Sabtu (25/7).
Menurut Menpera, para pengusaha sudah tidak lagi mengalami kendala dalam pengembangkan bisnis perumahan pascakrisis ekonomi dunia lalu. Meskipun demikian, masih ada sebagian kecil yang masih merasakan dampak krisis ekonomi global.
Agar bisnis perumahan ini tetap stabil, kata Menpera, pemerintah berupaya membuat aturan pembatasan tanah-tanah yang menganggur atau tidak dipergunakan. Pemerintah daerah, khususnya, sangat berperan untuk memberikan regulasi terhadap tanah-tanah yang mengganggur tersebut.
“Seharusnya ada pembatasaan waktu sampai kapan tanah tersebut boleh menganggur. Kalau lama tak dipakai seharusnya dikembalikan ke negara, maka peran pemda sangat berpengaruh di sini,” jelasnya.
Sementara itu, Yuswanda Tumenggung selaku Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan BPN menambahkan sampai saat ini terdapat 7.491 sengketa pertanahan yang meliputi tanah seluas 607.888 hektar, sedangkan tanah yang diindikasikan terlantar mencapai 7,3 juta hektar. “Diakui kasus sengketa tanah di Indonesia masih cukup tinggi, hingga 7.000 kasus lebih,” jelasnya.
Ketua Umum Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI), Ir. Hamid Yusuf, mengatakan reformasi agraria oleh pemerintah saat ini merupakan salah satu upaya yang harus digulirkan secepatnya, bukan hanya melalui kebijakan dan pembuatan peraturan pertanahan, melainkan juga upaya lebih dari itu yang dikerjakan secara simultan.
Adapun profesi penilai, kata Hamid, sebagai bagian yang tidak terlepas dari kepentingan dalam membangun sistem administrasi pertanahan tidak saja dilihat dari kebutuhan pasar, tetapi juga menjadi kebutuhan di sektor keuangan, baik kepentingan fiskal maupun laporan keuangan.
“Harapan kepastian sistem hukum pertanahan yang diajukan dalam bentuk undang-undang dapat menjadi pendorong dalam pelaksanaan sistem manajemen aset dan administrasi pertanahan secara berkesinambaungan sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh bangsa,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)