Yogya, KU
Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi yang terjadi akibat degenerasi tulang rawan sendi, perubahan pada tulang subkondral, dan peradangan di dalam sendi. Penyakit ini timbul akibat kondisi menua dan trauma. Gejala yang sering dirasakan ialah adanya keluhan reumatik pada usia lanjut. Penyakit ini paling banyak dijumpai di masyarakat karena merupakan penyebab utama gangguan muskuloskeletal di seluruh dunia. Ia juga menjadi penyebab ketidakmampuan fisik terbesar kedua setelah penyakit jantung iskemik untuk usia di atas 50 tahun.
WHO memperkirakan 400 per seribu populasi dunia yang berusia di atas 70 tahun menderita osteoartritis. Sementara itu, 800 per seribu pasien OA mempunyai keterbatasan gerak, baik ringan maupun berat, yang mengurangi kualitas hidup mereka. Osteoartritis terdapat di seluruh dunia dengan prevalensi kurang dari 50 orang per seribu penduduk pada populasi berumur di bawah 45 tahun. Sendi yang paling sering terserang osteoartritis adalah sendi penyangga berat badan, seperti sendi lutut dan sendi panggul. Secara umum, gejala klinis muncul dengan nyeri sendi saat beraktivitas, nyeri sendi malam hari, kaku sendi, dan kadang-kadang terjadi pembengkakan sendi yang terserang.
Dosen Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran (FK) UGM, Dr. dr. Nyoman Kertia, Sp.PD, KR, dalam penelitiannya menyebutkan pemberian kurkuminoid ekstrak rimpang kunyit dapat mengurangi rasa nyeri sendi yang terserang osteoartritis dengan kemampuan yang tidak berbeda dibandingkan dengan obat yang mengandung natrium diklofenak. Dijelaskannya bahwa kurkuminoid dapat menghambat sekresi enzim siklogenase-2 (COX-2) dan Reactive Oxygen Intermediate (ROI), mengurangi angka leukosit, dan kadar MDA cairan sinovia yang bisa menyebabkan OA.
Hingga saat ini, obat anti-inflamasi nonsteroid paling banyak diresepkan oleh dokter di seluruh dunia, khususnya untuk pengobatan kelainan muskiloskeletal yang disebabkan OA. ”Obat sejenis ini hanya mampu menekan inflamasi dan nyeri. Namun, tidak mampu menghambat perjalanan penyakit OA,” kata Nyoman dalam ujian terbuka promosi doktor yang dilaksanakan di Aoditorium Fakultas Kedokteran UGM, Rabu (29/7).
Beberapa obat anti-inflamasi nonsteroid yang diperlukan untuk menekan gejala klinis OA, kata Nyoman, ternyata bersifat toksik terhadap kondrosit sehingga memperburuk penyakit itu sendiri. Secara umum obat-obat tersebut bahkan memiliki efek samping yang cukup banyak terutama pada saluran cerna, dapat mengganggu fungsi hati, ginjal, sumsum tulang, dan sistem kardiovaskuler. ”Justru ini akan menambah biaya dan mengurangi kualitas hidup pasien tersebut,” ujarnya.
Lebih jauh dijelaskan oleh doktor ke-1103 UGM yang lulus dengan predikat cumlaude ini, secara umum penderita OA sepanjang hidupnya memerlukan pengobatan, khususnya obat anti inflamasi karena belum ada obat yang dapat menyembuhkan sehingga penyakit ini berlangsung kronik.
Dikatakan Nyoman, kurkumoid adalah metabolit sekunder yang terdapat di dalam rimpang kunyit dan temulawak, yaitu jenis kurkuma yang telah dimanfaatkan masyarakat sebagai bumbu dan komponen jamu. ”Khasiatnya beraneka ragam sehingga dapat dipergunakan untuk mengobati berbagai penyakit termasuk penyakit reumatik,” jelas pria kelahiran Buleleng, 16 September 1960 ini.
Aktivitas anti-inflamasi kurkumin, tambahnya, dilakukan melalui tiga jalur, yakni menekan aktivitas enzim siklosigenase, enzim lipoksigenase, dan sebagai penangkal radikal bebas. Kemampuan kurkumin ini disebutkan Nyoman sangat sangat penting karena dua jalur yang paling berperan dalam proses inflamasi sendi adalah jalur siklosigenase dan aktivitas radikal bebas. (Humas UGM/Gusti Grehenson)