Yogya, KU
Kemajuan industri persusuan nasional relatif sangat lamban, bahkan sulit dievaluasi kemajuannya. Kenyataan itu terjadi sebagai akibat tidak tersedianya informasi yang komprehensif. Karena berbagai hambatan, hingga saat ini pemerintah masih belum mampu merumuskan dan mengakomodasi program pembangunan persusuan nasional secara mantap dan terstruktur. Hal tersebut sesungguhnya diperlukan guna memantau tahapan pembangunannya yang telah dicapai dari waktu ke waktu, terutama dalam pemanfaatan teknologi.
Diakatakan oleh Ketua Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) Cabang DIY, Dr. Ali Agus, D.A.A., D.E.A., susu tidak hanya sebagai sumber protein hewani yang sangat penting bagi generasi muda. Industri susu juga merupakan sektor riil yang mampu menyerap tenaga kerja cukup besar dan memberdayakan potensi yang ada di pedesaan. Lebih dari itu, peluang untuk pengembangannya sangatlah potensial karena saat ini produksi susu segar dalam negeri baru mampu memasok sekitar 20% kebutuhan nasional.
Menurut Ali Agus, saat ini harga susu segar di level petenak bervariasi, mulai dari Rp2.800,00-Rp3.200,00/liter. Harga ini belum layak dan tidak sebanding dengan biaya pakan yang dikeluarkan oleh para peternak. Padahal, rata-rata harga pakan konsentrat adalah Rp1.300,00/kg dan selalu naik sejak beberapa tahun terakhir. ”Artinya satu liter susu segar hanya dapat dipergunakan untuk membeli 2 kg konsentrat (1:2), yang jauh dari rasio ideal yaitu 1:4 atau 1:5,” kata Ali Agus kepada wartawan ketika menyampaikan rekomendasi hasil lokakarya dan diskusi publik tentang pembangunan nasional persusuan, Minggu (2/8) di kampus UGM.
Diakui Ali Agus, permasalahan yang mendasar dari agribisnis sapi perah/persusuan khususnya yang berkaitan dengan kegiatan usaha peternakan sapi perah rakyat adalah masalah efisiensi usaha sapi perah. Menurutnya, banyak faktor yang menyebabkan terjadi inefisensi dalam usaha peternakan sapi perah akibat rendahnya produktivitas sapi perah. Hal tersebut tercermin dari sangat rendahnya rata-rata produksi susu segar sapi perah rakyat yang jauh di bawah potensi genetisnya. Di samping itu, terlihat pula dari masih rendahnya tingkat pemilikan sapi perah oleh masing-masing peternak. Sebagian besar peternak memiliki sapi perah berkisar antara 2–4 ekor dan masih menggunakan pola usaha tani.
Ditambahkan oleh dosen Fakultas Peternakan UGM ini bahwa peternakan sapi perah juga belum diikuti dengan mantapnya pola pemasaran susu segar. Masih adanya ketergantungan pemasaran susu segar pada sejumlah industri pengolahan susu (IPS) merupakan salah satu realitanya. Sementara itu, peran koperasi susu belum mampu memberdayakan aset yang dimiliki untuk menunjang pemasaran. Saat ini terdapat 3 pabrik yang dimiliki koperasi yang mampu mengolah 200 ton susu segar per hari menjadi produk susu steril UHT dan susu kental manis. Selain itu, kata Ali Agus, yang menjadi permasalahan juga adalah masih rendahnya daya saing susu segar peternak terutama dari segi kualitas. Efek dari kualitas yang masih bervariasi dan di bawah SNI menyebabkan posisi tawar berkurang.
Dalam kegiatan lokakarya dan diskusi publik yang dilaksanakan di Fakultas Peternakan UGM, Sabtu (1/8) kemarin, hadir Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Perikanan, Direktur Budidaya Ternak Ruminansia, Ditjen Peternakan Deptan, Kepala Laboratorium Ternak Perah dan Industri Persusuan Fakultas Peternakan UGM, Dr Tridjoko W.M., Kepala BPTU Sapi Perah Baturaden, Purwokerto, perwakilan Kelompok Ternak, perwakilan Gabungan Koperasi Susu Indonesia, dan perwakilan Industri Pengolahan Susu.
Dari acara tersebut, dihasilkan beberapa rekomendasi, antara lain, pertama, untuk penyelesaian persusuan di tanah air, dibutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah yang dilandasi dengan adanya keputusan politik. ”Kita melihat bahwa langkah untuk solusi tidak dapat dilakukan tanpa komitmen dan keputusan politik, seperti halnya ketersediaan kredit lunak, pemenuhan sarana-prasarana, dukungan program pemerintah dalam rangka peningkatan kualitas SDM,” kata Ali Agus.
Kedua, perlu adanya payung hukum sedikit-dikitnya Keppres atau Inpres yang mengatur tugas instansi pemerintah dalam menangani persusuan di tanah air. Ketiga, dilakukan penataan ulang road map pengembangan persusuan nasional dengan didasarkan pada angka yang benar sehingga secara tepat dapat dihitung. (Humas UGM/Gusti Grehenson)