Yogya, KU
Diskusi dalam acara peluncuran Konferensi Wisdom 2010 yang digelar di Grha Sabha Pramana, Rabu (12/8), telah menghasilkan rekomendasi yang dibacakan oleh Rektor Universitas Negeri Papua (Unipa), Ir. Yan Pieter Karafir, M.Ec. Disebutkan bahwa tujuan penyelenggaraan Konferensi Dunia Wisdom 2010 adalah dalam rangka merumuskan strategi, tantangan, dan permasalahan tentang berbagai isu yang relevan di bidang pengetahuan, pendidikan, dan budaya yang telah menjadi agenda serta perhatian nasional dan global, sekaligus membagikannya secara luas kepada masyarakat Indonesia dan dunia.
“Dalam 14 bulan ke depan, dalam puncak penyelenggaran Konferensi Dunia Wisdom pada Oktober 2010, kita ingin membuat ajang cakupan diskusi seluas mungkin,” katanya.
Rekomendasi yang dibacakan adalah berdasarkan hasil diskusi pararel dari enam tema besar yang dibahas oleh tiap kelompok diskusi. Bidang sains dan teknologi, disebutkan Pieter, menghasilkan rekomendasi bahwa pemanfaatan local wisdom sangat penting untuk ketahanan budaya, pemanfaatan teknologi berdasarkan kearifan lokal, dan pelaksanaan kreatif ekonomi dan pengembangan. Sementara itu, rekomendasi bidang pendidikan adalah diperlukan perumusan yang komprehensif oleh pemerintah/institusi untuk mempertimbangkan problem lokal, kearifan lokal, semangat global, dan masalah global.
Di bidang budaya, lanjut Pieter, problem penting yang dihadapi di masa mendatang adalah mengenai jati diri bangsa, karakter, dan pengelolaan budaya. “Diperlukan penggalian kearifan lokal sebagai modal untuk kontribusi penyelesaian global,” tuturnya. Dalam bidang kesehatan, diperlukan pengembangan herbal medicine yang berbasis local wisdom untuk kebugaran tubuh. Bidang arkeologi dan wisata, tambahnya, terdapat potensi dan kualitas akan pentingnya peninggalan arkeologi.
Sebelumnya, dibacakan pula kesimpulan hasil diskusi oleh enam moderator, antara lain, Prof. Dr. Mochtar Mas’oed, Dr. Supra Wimbarti, dan Prof. Dr. Timbul Haryono, M.Sc. Disebutkan beberapa contoh kearifan lokal di bidang kesehatan yang perlu terus dijaga dan dikembangkan, yakni olahraga tradisional dan tari nasional, kebiasaan kerokan di masyarakat, dan pengembangan nutrisi tradisional yang bermanfaat untuk kebugaran.
Dalam kesempatan tersebut, budayawan UGM, Prof.Dr. Timbul Haryono, M.Sc., yang sekaligus menjadi moderator diskusi bidang arkeologi dan budaya mengatakan arkeologi sebagai hasil kekayaan bangsa dapat berperan penting dalam global solution. “Borobudur itu dulunya lokal, kemudian dipugar dan direnovasi. Kemudian organisasi dunia, seperti Unesco, tergugah sekaligus memberi bantuan sehingga mampu menyadarkan masyarakat tentang pentingnya arkeologi,” kata Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya ini.
Ditambahkannya bahwa apa yang diperoleh masyarakat lokal dari benda peninggalan budaya pada aspek pariwisata lebih banyak sebagai penonton. Menurut Timbul, kondisi ini tidak ubahnya seperti tikus mati di lumbung padi. “Pemanfaatan peninggalan arkeologi harus berorientasi pada pelestarian dan kelestarian serta berorientasi pada kepentingan kemanusiaan secara universal,” imbuhnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)