Diperkirakan 1000 peserta akan mengikuti “Niti Laku†Kagama & Keluarga Besar UGM dalam rangka Dies Natalis ke-58 UGM. Mereka adalah para alumni UGM, dosen, karyawan, mahasiswa, fakultas, program studi dan unit-unit di lingkungan UGM.
“Niti Laku†start dari Pagelaran Kraton, Minggu (16/12) pukul 05.45 wib menuju kampus UGM Bulaksumur. Setelah dilakukan pelepasan oleh Sri sultan Hamengkubuwono X, peserta Niti Laku akan melewati jalan Malioboro, Stasiun Tugu, jalan Mangkubumi, perempatan Tugu ke timur melalui jembatan Gondolayu, sampai perempatan Korem/Gramedia ke utara sampai depan Baalirung UGM.
Dr Ir Sunjoto DipHE Ketua Panitia Dies ke-58 UGM mengungkapkan, Niti Laku mirip dengan napak tilas. Hanya saja, Niti Laku berkonotasi spiritual sementara napak tilas mengandung asas lahiriyah.
Kenapa Pagelaran – Bulaksumur, kata Sunjoto untuk merenungkan kembali kepedulian Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang menghibahkan lahan Sultan Ground (SG) di Bulaksumur dan sekitarnya untuk kegiatan pendidikan.
“Semuanya mengandung filosofi nama lokasi sebagai tujuan dari ‘pawiyatan hinggil’ yang baru saja didirikan di Yogyakarta tahun 1949,†ujar dosen FT UGM ini, Jum’at (14/12) di Wisma Kagama.
Selain itu, katanya, Sultan HB IX juga meminjamkan Pagelaran, Siti Hinggil, Mangkubumen dan lain-lain sebagai lokasi kuliah. “Ini mengandung makna strategis. Artinya ilmu yang tadinya hanya dimiliki segelintir elite lingkup Keraton mulai dihibahkan untuk masyarakat banyak,†jelasnya.
Dituturkannya, jika di awal-awal perkuliahan telah terjadi culture shock di Keraton. Banyak mahasiswa tak paham budaya Jawa, akibatnya pranatan Keraton dinihilkan mahasiswa.
“Hampir separoh abdi dalem pada saat itu mengundurkan diri. Mereka tak tahan ulah mahasiswa yang tak paham budaya jawa. Meski begitu, Sultan HB IX tetap pada tekadnya untuk meneruskan proses pendidikan di Keraton,†lanjut Sunjoto.
Selama mengikuti rute diharapkan para peserta secara bersama akan menyanyikan lagu-lagu dengan iringan drum band. Adapun lagu-lagu yang akan dinyanyikan adalah lagu perjuangan (Mars Pancasila), lagu Jawa (Jaranan, Gundul-gundul Pacul, Gethuk) dan beberapa lagu semasa perploncoan dulu (Holong Maholong, enthung-enthung dan lain-lain). (Humas UGM).