Dalam konteks hubungan antara fiksi modern dan pascamodern, perubahan dominan yang terjadi adalah dari dominan epistemologis ke dominan ontologis. Sebuah karya fiksi dikatakan bersifat epistemologis bila karya tersebut memiliki strategi-strategi formal yang secara implisit mengangkat isu-isu aksesibilitas, realibilitas/unrealibilitas, transmisi, dan sirkulasi pengetahuan tentang dunia.
Demikian dikatakan staf pengajar Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya UGM, Pujiharto, S.S., M.Hum., saat dilangsungkan ujian terbuka program doktor bidang ilmu-ilmu humaniora, Kamis (13/8), di Ruang Seminar Sekolah Pascasarjana UGM. Promovendus mempertahankan disertasi berjudul “Puitika Pascamodernisme dalam Fiksi Indonesia 1970-2005”. Bertindak selaku promotor adalah Prof. Dr. Rachmat Djoko Pradopo dan ko-promotor Prof. Dr. Imran T. Abdullah.
“Sebuah karya fiksi dikatakan bersifat ontologis bila karya itu memiliki strategi-strategi formal yang secara implisit mengangkat isu-isu mode keberadaan dunia-dunia fiksional dan penduduknya dan atau merefleksikan pluralitas dan diversitas dunia-dunia, apakah ‘nyata’, mungkin, fiksional, atau yang lainnya,” ujarnya.
Konsep yang dominan tersebut, menurut Pujiharto, memiliki pengertian yang sejajar dengan pengedepanan, bahwa pengedepanan muncul karena ada yang menjadi latar belakang. Hubungan antara latar belakang dan pegedepanan ini memunculkan repertoar. Prosedur pengaktualisasian repertoar disebut strategi. Pendeskripsian secara detail karakteristik fiksi pascamodern dilakukan dengan mengeksplorasi repertoar strategi-strategi pengedepanan sifat ontologis dalam fiksi Indonesia. Eksplorasi menggunakan latar belakang teori-teori ontologi sastra romantika Jerman, analogi lama antara pengarang dan Tuhan, Roman Ingarden, dan dunia-dunia mungkin.
“Perubahan dari dominan epistemologis ke dominan ontologis dalam karya fiksi sejalan dengan pandangan sosiologi sastra, memiliki hubungan similaritas dengan perubahan yang dominan yang terjadi pada kondisi budaya masyarakatnya, yaitu dari kondisi modernitas ke kondisi pascamodernitas,” terang pria kelahiran Purworejo, 10 Maret 1969 ini.
Hasil penelitian suami Wiyatmi, M.Hum. ini menunjukkan dalam fiksi Indonesia telah terjadi perubahan yang dominan dari dominan epistemologis ke dominan ontologis. Dalam fiksi Indonesia ditemukan berbagai macam repertoar strategi pengedepanan yang bersifat ontologis, yang menjadikan fiksi Indonesia periode 1970-2005 menampakkan pluralitas ontologis. (Humas UGM)