Empat mahasiswa UGM mengikuti “2009 International Youth Summer Camp on Astronomy and World Heritage (IYSCA-WH)” ke-6 di Suzhou, Jiangsu, Cina, pada 17-29 Juli lalu. Para mahasiswa tersebut merupakan satu-satunya tim yang terpilih dari kawasan Asia Tenggara. Mereka mengikuti program bersama dengan 50 peserta lainnya yang berasal dari 10 negara, yakni Amerika Serikat, Kanada, Cina, dan beberapa negara di kawasan Asia Pasifik.
Keempat mahasiswa yang mendapat kesempatan berharga itu adalah I Gede Arya Pardita (Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya), Aryasatyani Dhyani Karuna (Ilmu Komunikasi, Fisipol), A.A.S. Mirah Mahaswari J.M. (Ilmu Komunikasi, Fisipol), dan Nur Adhib Angayomi (Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya). Mereka dipertemukan dalam satu tim karena adanya kesamaan minat di bidang seni dan memiliki keinginan menjadi heritage defender/penjaga warisan budaya Indonesia.
Kegiatan ini merupakan event tahunan yang digelar oleh World Heritage Institute of Training and Research for the Asia and the Pasific Region (WHITR-AP) bekerja sama dengan China National Federation of Unesco. IYSCA-WH bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang budaya pada generasi muda sebagai penjaga warisan dunia.
“Kami sangat bangga bisa menjadi wakil Indonesia, bahkan menjadi satu-satunya perwakilan di kawasan Asia Tenggara dalam acara ini setelah Indonesia absen beberapa waktu dalam acara ini sejak tahun 2002. Selain itu, kami juga mendapatkan beasiswa sebesar 220 USD per orang dari WHITR-AP,” kata Aryasatyani mewakili rekan-rekannya, Jumat (21/8), di Ruang Fortakgama UGM.
Selama mengikuti IYSCA-WH, para peserta mendapatkan berbagai kuliah dan pelatihan sebagai generasi muda penjaga warisan dunia, kunjungan ke berbagai situs bersejarah di Cina, dan berpartisipasi dalam Model Unesco World Heritage Committee Conference. Dituturkan oleh Arya Pardita, kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh mereka untuk memperkenalkan kekayaan warisan budaya dan potensi wisata Indonesia. Hal itu dilakukan dengan menggabungkan pemutaran video wisata Indonesia dan film dokumenter Borobudur, presentasi, penampilan tari tradisional, serta peragaan membatik.
Banyak yang terkesan dengan apa yang telah ditampilkan oleh delegasi UGM. “Selama ini mereka hanya mengenal Indonesia unggul dalam olahraga bulu tangkis, tetapi setelah melihat apa yang kami tunjukkan, mereka menyadari bahwa Indonesia sebenarnya merupakan negara yang cukup indah dengan kekayaan budaya yang cukup berlimpah. Bahkan, dengan melihat apa yang kami presentasikan, mereka menjadi tertarik untuk mengunjungi situs-situs budaya di Indonesia,” katanya bangga.
Pada kesempatan itu, keempat mahasiswa juga membedah tentang pemilihan lokasi pendirian Candi Borobudur dikaitkan dengan ilmu astronomi. Pemilihan Candi Borobudur tidak hanya karena alasan memilih tempat yang tinggi/bukit, seperti kebanyakan candi lainnya. Namun, di balik itu terdapat pertimbangan bahwa tempat tersebut tepat terletak di bawah rasi orsa mayor dan orsa minor. Kedua rasi akan memancarkan cahaya tepat ke bangunan Candi sehingga menimbulkan kesan hidup pada relief-relief candi. Selain itu, keduanya ternyata juga menginspirasikan bentuk dari bangunan candi itu sendiri.
Salah seorang koordinator 2009 International Years of Astronomy PBB, Dr. Pedro Russo, lanjut Arya Pardita, sangat terkesan dengan penjelasan delegasi UGM mengenai hal tersebut. Sebelumnya Pedro Russo tidak mengetahui rahasia astronomi di balik pendirian Candi Borobudur.
Ditambahkan oleh Adhib, banyak hal dapat dipetik dari kegiatan yang telah mereka ikuti. Salah satunya adalah mereka dapat mempelajari pariwisata yang ramah budaya karena selama ini banyak kegiatan pariwisata yang justru merusak warisan budaya. Di samping hal tersebut, mereka juga memperoleh pengetahuan mengenai situs-situs warisan budaya Cina yang termasuk dalam world heritage.
“Kalau melihat warisan budaya di Indonesia, sebenarnya juga cukup banyak. Namun, hanya sebagian kecil saja yang baru masuk dalam world heritage. Tidak seperti Cina, di mana kurang lebih terdapat 100 warisan budaya yang masuk dalam world heritage. Ini cukup disayangkan, Indonesia sebenarnya mempunyai potensi yang cukup besar, tetapi lemah dalam pengelolaannya sehingga tidak bisa masuk dalam world heritage,”terangnya menutup perbincangan. (Humas UGM/Ika)