Rencana PLN untuk membeli listrik dari Malaysia, terutama untuk daerah perbatasan Kalimantan Barat, dinilai Kepala Pusat Studi Energi (PSE) UGM, Sudiartono, merupakan keputusan yang tidak tepat. Pendapat tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa masih banyak potensi sumber daya alam di Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik, semisal tenaga air.
Menurutnya, persediaan air sungai di daerah perbatasan seperti di Kalimantan Barat masih melimpah dan memungkinkan untuk digunakan sebagai pembangkit listrik tanpa harus membeli dari Malaysia.
“Persediaan air di Indonesia itu masih sangat melimpah. Sangat memalukan jika sampai kita harus beli listrik dari Malaysia untuk daerah perbatasan,” kata Sudiartono saat berbincang-bincang dengan wartawan di Ruang Multimedia, Kantor Pusat UGM, Jumat (27/3).
Dituturkan Sudiartono, sungai-sungai di daerah perbatasan, misalnya Mahakam, dinilai masih potensial untuk digunakan sebagai pembangkit listrik dengan menggunakan teknologi kincir air.
Pendapat senada juga disampaikan Rita Kristyani, staf Bidang Pengembangan Program PSE UGM. Ia mengatakan tenaga listrik mikrohidro, tenaga surya, dan angin masih potensial untuk dikembangkan. Sayangnya, selama ini pengelolaan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTM) kurang optimal. Salah satu penyebabnya adalah tidak dilibatkannya masyarakat dalam pengelolaan. Akibatnya, banyak PLTM yang hanya mampu bertahan kurang lebih 1-2 tahun saja.
“Kuncinya itu pengelolaan harus melibatkan masyarakat. PLTM ini masih potensial selain untuk konservasi hutan. Masak kita mau pakai batubara terus meskipun memang harganya lebih murah. Coba beralih ke air, surya, serta angin yang masih menjanjikan ini,” tutur Rita. (Humas UGM/Gusti Grehenson)