Dunia saat ini dihadapkan dengan ancaman global yang saling berkaitan, mulai dari pandemi, ketidaknyamanan pangan, serta perubahan iklim yang memperparah penularan risiko penyakit lintas spesies. Sebab, sebanyak 75 persen ancaman penyakit menular bersifat zoonosis yang berdampak serius bagi manusia, hewan, serta lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kompetensi, komunikasi dan kolaborasi antara dokter hewan dengan dokter manusia dalam melakukan kebijakan dengan pendekatan One Health.
Hal itu disampaikan oleh peneliti dari University of Sydney, Australia, Prof. Jenny-Ann, dalam International Conference on Advanced Veterinary Science and Technologies for Sustainable Development (3rd ICAVESS 2025) yang berlangsung di Gadjah Mada University Club Hotel, Jumat (7/11).
Prof. Jenny-Ann menjelaskan bahwa konsep One Health berakar dari sejarah panjang pemikiran kedokteran sejak abad ke-5 SM hingga saat ini. Lebih lanjut, ia menekankan empat langkah utama yang menjadi pilar One Health yaitu komunikasi, koordinasi, pembangunan kapasitas, dan kolaborasi.
Ia menyoroti pentingnya kompetensi teknis dan non-teknis bagi tenaga veteriner dalam menjawab tantangan global tersebut. Kompetensi teknis, menurutnya, meliputi kemampuan epidemiologi, surveilans, dan respon cepat terhadap penyakit. Sementara itu, kompetensi non-teknis mencakup kepemimpinan, komunikasi, advokasi, dan keterlibatan masyarakat. Ia menyebut, keduanya saling melengkapi dalam mewujudkan pendekatan One Health secara efektif. “Terdapat dua kompetensi yaitu teknis dan non-teknis yang keduanya merupakan hal penting untuk mengimplementasikan ilmu pengetahuan menjadi tindakan One Health,” jelasnya.
Selain itu, ia menekankan perlunya jalur berkelanjutan dalam membangun kapasitas One Health tanpa bergantung pada pendanaan eksternal. Ia menilai bahwa masa depan One Health di Asia bergantung pada adanya kerja sama universitas, lembaga pemerintah, hingga masyarakat dalam menciptakan tenaga profesional yang tangguh, berpengetahuan, dan berorientasi pada solusi. “Masa depan One Health bergantung pada bagaimana integrasi kerja sama, visioner, dan tata kelola kolaboratif dijalankan,” pungkasnya.
Sementara Perwakilan dari World Organization for Animal Health (WOAH), Dr. Hugo Federico, menyoroti pentingnya peningkatan kapasitas tenaga veteriner di kawasan Asia-Pasifik. Ia menyampaikan bahwa WOAH berkomitmen dalam memperkuat jejaring lembaga pendidikan kedokteran hewan melalui program pelatihan dan modul pembelajaran, terutama dalam isu Antimicrobial Resistance (AMR) dan kesiapsiagaan terhadap bencana. “Kita perlu memperkuat jaringan regional, berbagi pengetahuan, dan membangun masa depan yang lebih tangguh bagi pendidikan dan layanan veteriner di Asia,” ujarnya.
Presiden Southeast Asian Veterinary Schools Association (SEAVSA), Dr. Khongsak Thiangtum, turut menyampaikan apresiasi peran UGM yang terus menunjukkan kepemimpinan akademik dan kolaborasi tingkat kawasan, khususnya Asia Tenggara. Ia menyebut kolaborasi antar sekolah kedokteran hewan di Asia Tenggara menjadi kunci dalam menghadapi tantangan kesehatan global. “Kami yakin bahwa kolaborasi yang diwujudkan oleh berbagai pihak sangat penting dalam memperkuat pendidikan kedokteran hewan saat ini,” jelasnya.
Wakil Rektor UGM Bidang Pendidikan dan Pembelajaran, Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA., menyampaikan apresiasinya atas konferensi yang diselenggarakan dengan mempertemukan berbagai tokoh penting dari dunia akademik, industri, hingga pemerintahan. Lebih lanjut, ia menekankan semangat One Health yang menjadi dasar penting dalam membangun masa depan sehat dan berkelanjutan bagi manusia, hewan, serta lingkungan. “Dengan kerja sama dari para ahli, pendidik, dan peneliti dari berbagai latar belakang mampu menciptakan jalur menuju pembangunan berkelanjutan,” ujarnya.
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM, Prof. drh. Teguh Budipitojo, M.P., Ph.D., menegaskan komitmen FKH UGM dalam upaya memperkuat kerja sama antarnegara demi memajukan ilmu kedokteran hewan. “Harapannya forum ini dapat menjadi langkah maju inovasi dan kerja sama bagi masa depan ilmu kedokteran hewan di kancah global,” jelasnya.
Sebagai informasi, konferensi internasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Asian Association of Veterinary School (AAVS), World Organisation for Animal Health (WOAH), dan South East Asia Veterinary School Association (SEAVSA) ini menjadi wadah kolaborasi dari berbagai organisasi internasional sebagai upaya mendorong inovasi sains, ketahanan pangan, dan kesejahteraan manusia serta hewan secara berkelanjutan.
Penulis : Cyntia Noviana
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik
