Membaca merupakan salah satu kegiatan penting dalam kehidupan masyarakat modern. Dengan membaca akan diperoleh berbagai informasi baru. Namun, berdasarkan beberapa penelitian didapatkan fakta bahwa kemampuan membaca anak-anak tingkat SD dan SMP di Indonesia masih rendah, bahkan tertinggal jauh di bawah negara-negara lain.
“Bahkan masih dijumpai anak lulusan SD belum bisa membaca. Karena itu, perlu dilakukan suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan membaca anak-anak Indonesia,” kata Dra. Ratna Wulan, S.U., saat promosi ujian doktor di Auditorium Fakultas Psikologi UGM, Senin(23/3).
Menurut Ratna, pelatihan membaca merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan membaca pada anak. Kemampuan membaca adalah kemampuan untuk mengucapkan kata-kata dari tulisan dan memahami arti kata-kata tersebut sebagaimana yang dimaksud oleh penulisnya. Kemampuan membaca harus dipelajari melalui serangkaian proses yang cukup panjang. “Modal supaya seseorang bisa memahami bacaan dengan baik adalah memiliki intelegensi dalam taraf normal, penguasaan kosakata yang banyak, sikap positif terhadap kegiatan membaca, serta berminat untuk membaca. Agar kemampuan membaca meningkat, jalan yang harus ditempuh adalah dengan meningkatkan jumlah pengusaaan kosakata, mengubah sikap terhadap membaca menjadi lebih positif, dan meningkatkan minat baca,” terang staf pengajar Fakultas Psikologi UGM ini.
Dalam disertasinya Ratna Wulan menguji empat isu utama, yakni peran intelegensi, penguasaan kosakata, sikap terhadap membaca, dan minat membaca. Dari uji tahap pertama diperoleh hasil bahwa penguasaan kosakata, intelegensi, sikap terhadap membaca, dan minat membaca secara bersama-sama berperan terhadap kemampuan membaca. Pada uji tahap kedua, Ratna menggunakan sampel anak SD di Kota Yogyakarta dengan memberikan perlakuan yang berbeda kepada mereka. Kelompok eskperimen mendapat pelatihan membaca, sedangkan kelompok kontrol tidak mendapatkan perlakuan apapun.
Dari eksperimen tersebut didapatkan hasil analisis berupa perbedaan skor kemampuan membaca antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Menggunakan anavoka dengan intelegensi sebagai kovariabel, diperoleh kesimpulan bahwa program pelatihan membaca dengan model kognitif-behavioral berperan dalam meningkatkan kemampuan membaca pada anak. Dalam analisis lebih lanjut, ditemui hasil bahwa pelatihan membaca dapat meningkatkan penguasaan kosakata dan sikap terhadap membaca, tetapi tidak meningkatkan minat baca.
“Penguasaan kosakata, intelegensi, sikap terhadap membaca, dan minat membaca secara bersama-sama berperan terhadap kemampuan membaca. Sebesar 29% dari penguasaan kosakata, 5,4% dari intelegensi, dan 0,6% dari sikap terhadap membaca. Sementara secara umum minat membaca tidak memberikan sumbangan secara nyata terhadap kemampuan membaca,” jelasnya.
Diungkapkan oleh wanita kelahiran Solo, 9 Februari 1947 ini bahwa aspek kognitif (penguasaan kosakata dan intelegensi) berperan langsung terhadap kemampuan membaca. Namun, tanpa adanya dukungan aspek afektif (sikap terhadap membaca dan minat membaca), kemampuan membaca tidak akan terwujud secara maksimal. Ditambahkannya, kemampuan membaca juga tidak akan berjalan maksimal jika tidak disertai dengan aktivitas membaca atau berlatih membaca secara terprogram.
“Diharapkan para orang tua lebih menanamkan dan memupuk sikap positif terhadap membaca sedini mungkin, menyediakan fasilitas bacaan, serta menciptakan suasana yang menyenangkan agar anak-anak tertarik untuk berlatih membaca, ” tutur Ratna. (Humas UGM/Ika)