Salah satu tumor yang paling banyak menyerang kaum lelaki adalah tumor nasofaring. Perbandingan penderita antara laki-laki dan perempuan adalah tiga banding satu. “Dari seluruh tumor, yang paling banyak diderita oleh laki-laki adalah tumor nasofaring,” kata dr. Bambang Hariwiyanto, Sp. THT(K) usai ujian promosi doktor di Auditorium Fakultas Kedokteran (FK) UGM, Sabtu (21/3) .
Menurut pria yang sehari-harinya bekerja di Subbagian Onkologi THT RSUP Dr. Sardjito ini, penyebab kaum adam banyak mengidap tumor nasofaring adalah faktor infeksi virus, keturunan, dan pola hidup yang tidak sehat, antara lain kebiasaan merokok. “Kebanyakan yang diserang adalah laki-laki dewasa muda. Mungkin salah satu penyebabnya adalah rokok, selain multifaktor yang lain, seperti virus, keturunan, dan pola hidup,” katanya.
Penyakit tumor jenis ini tidak menunjukkan gejala yang khas pada stadium awal dan biasanya baru terdeteksi ketika sudah stadium akhir. Kebanyakan pasien memeriksakan kondisinya pada stadium akhir, padahal pengobatan pada stadium ini sudah tidak efisien lagi. “Mereka kebanyakan yang datang sudah sekitar stadium 3 dan 4 sehingga menyebabkan kematian yang tinggi. Tingkat kematian cukup tinggi pada stadium ini. Dalam penelitian saya, di RS Sardjito sedikitnya ada 90-100 pasien baru per tahun,” ungkap pria kelahiran Yogyakarta, 15 November 1950 ini.
Lebih lanjut dikatakannya, tingkat tumor nasofaring di Indonesia adalah 5,6 per 100 ribu penduduk. Artinya, pada sekitar 100 ribu penduduk terdapat 5-6 penderita yang terkena nasofaring. “Jumlah ini tergolong rendah,” tutur Bambang. Di China, jumlah penderita terbilang cukup tinggi, yakni dengan tingkat prevalensi 5 sampai 75 penderita per 100 ribu penduduk. “Kalau di China disebabkan faktor genetik dan kebiasaan mengonsumsi ikan asin yang berlebihan sejak kecil,” jelasnya.
Dalam penelitian Bambang, untuk wilayah DIY dan Jawa Tengah, Kebumen merupakan wilayah yang paling banyak terdapat kasus tumor nasofaring. Namun, dirinya belum mengetahui lebih detail yang menjadi faktor penyebabnya karena belum melakukan penelitian lebih lanjut.
Bambang menyampaikan disertasi yang berjudul “Peran Protein EBNA 1, EBNA 2, LMP1, dan LMP2 Virus Epstein Barr sebagai Faktor Prognosis pada Pengobatan Karsinoma Nasofarings”. Dalam ringkasan disertasinya disebutkan bahwa terdapatnya protein LMP1 dan LMP2 pada kasus karsinoma nasofaring menyebabkan tingkat keberhasilan terapi lebih kecil dan dengan demikian angka kematian menjadi lebih besar. Namun sebaliknya, ekspresi EBNA2 menyebabkan keberhasilan terapi lebih besar. “Ekspresi protein LMP1 dan LMP2, jika muncul maka pasien ini hasil terapinya jelek,” kata Bambang yang lulus ujian tersebut dengan predikat cumlaude. (Humas UGM/Gusti Grehenson)