• Berita
  • Arsip Berita
  • Simaster
  • Webmail
  • Direktori
  • Kabar UGM
  • Suara Bulaksumur
  •  Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
  • Pendidikan
    • Promosi Doktor
    • Pengukuhan Guru Besar
    • Wisuda
  • Prestasi
  • Penelitian dan Inovasi
    • Penelitian
    • PKM
    • Inovasi Teknologi
  • Seputar Kampus
    • Dies Natalis
    • Kerjasama
    • Kegiatan
    • Pengabdian
    • Kabar Fakultas
    • Kuliah Kerja Nyata
  • Liputan
  • Cek Fakta
  • Beranda
  • Liputan/Berita
  • UU Tipikor Perlu Direvisi

UU Tipikor Perlu Direvisi

  • 04 Maret 2013, 14:50 WIB
  • Oleh: Ika
  • 5642
UU Tipikor Perlu Direvisi

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tidak pidana korupsi perlu direvisi ulang. Pasalnya, undang-undang tersebut disusun tanpa mempertimbangkan rasionalitas pelaku maupun calon pelaku korupsi. Hal ini dapat dilihat dari penetapan denda maksimum bagi koruptor sebesar 1 miliyar. Sementara disisi lain tidak ada batasan berapa jumlah nominal uang yang bisa dikorup oleh para koruptor.

“ Disadari atau tidak UU yang digunakan untuk melawan korupsi justru menciptakan sistim yang memaksa rakyat mensubsidi kepada para koruptor sehingga perlu dikaji ulang,” terang Rimawan Pradiptyo, Ph.D, peneliti ekonomi kriminalitas Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Senin (4/3) di FEB UGM.

Menurutnya, meskipun koruptor bisa dijatuhi hukuman pengganti, namun kenyataan di lapangan menunjukkan besarnya biaya eksplisit korupsi tidak terkait dengan penjatuhan hukuman pembayaran uang pengganti. Data memperlihatkan total biaya eksplisit korupsi pada kasus-kasus yang telah diputus oleh MA selama 2001-2012 mencapai Rp. 62,76 triliun berdasar harga berlaku atau Rp. 168,19 triliun berdasarkan perihutangan konstan tahun 2012. Namun begitu, besarnya hukuman total hukuman finansial yang dijatuhkan kepada koruptor hanya sebesar Rp. 6,27 triliun berdasar harga berlaku atau Rp. 15,09 triliun berdasar harga konstan 2012. “ Besaran total hukuman finansial yang dijatuhkan pada koruptor periode 2001-2012 hanya sebesar 8,97 % dari total biaya ekspilsit akibat korupsi. Lantas siapa yang menanggung selisih biaya eksplisit korupsi dan total hukuman finansial sebesar RP. 153,1 triliun itu? Ya tentu saja rakyat sebagai pembayar pajak harus menanggung beban itu,” paparnya dalam diskusi “Estimasi Biaya Eksplisit Korupsi Berdasar Putusan MA 2001-2012”.

Seperti tindak kejahatan lainnya, Rimawan menyebutkan bahwa korupsi turut menciptakan biaya sosial bagi masyarakat. Selain biaya eksplisit korupsi yang menimbulkan kerugian secara eksplisit bagi negara, tindak korupsi juga menciptakan biaya implisit yaitu biaya oportunita yang timbul akibat korupsi, termasuk beban cicilan bunga di masa datang akibat korupsi di masa lalu. Bahkan memunculkan biaya antisipasi tindak korupsi meliputi biaya sosialisasi korupsi sebagai bahaya laten dan reformasi birokrasi untuk menurunkan hasrat korupsi. Korupsi juga melahirkan biaya akibat reaksi terhadap korupsi eperti untuk biaya peradilan, penyidikan, policing costs, dan proses perampasan asset di luar an di dalam negeri. “Biaya sosial kejahatan ini justru harus ditanggung oleh para pembayar pajak. Terjadi pemberian subsidi dari rakyat ke koruptor,” jelasnya.

Melihat kondisi tersebut Rimawan merekomendasikan amandemen UU Tipikor dengan segera. Selain itu nantinya dalam penetapan besaran hukuman denda dan uang pengganti kepada koruptor sebaiknya disesuaikan dengan besarnya biaya sosial korupsi yang ditimbulkan. “Kedepan sebaiknya biaya sosial korupsi dimasukkan dalam pasal-pasal 2 dalam penentuan hukuman baik hukuman denda dan uang pengganti. Kalau hal itu bisa bisa dilakukan akan menjamin pemiskinan para koruptor dan menciptakan efek jera yang optimal,” tuturnya. (Humas UGM/Ika)

Berita Terkait

  • UU Tipikor Perlu Direvisi

    Monday,04 March 2013 - 14:50
  • Pengadilan Tipikor Baru Harus Segera Dibentuk

    Wednesday,21 November 2007 - 14:58
  • Korupsi Semakin Terdesentralisasi, Pukat UGM Desak DPR Segera Sahkan RUU Tipikor

    Thursday,06 November 2008 - 15:39
  • UU KPK Perlu Direvisi

    Monday,09 May 2011 - 12:26
  • 12 Tahun Berlaku, UU BUMN Siap Direvisi

    Tuesday,21 April 2015 - 14:05

Rilis Berita

  • Pukat UGM Sesalkan Kemunduran Pemberantasan Korupsi di Indonesia 08 February 2023
    Peneliti Pusat Kajian AntiKorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yuris Rezha Kur
    Gusti
  • Belajar dari Gempa Turki, Masyarakat Perlu Memiliki Rencana Evakuasi Mandiri 07 February 2023
    Bencana gempa bumi dengan magnitudo 7,8 melanda Turki dan Suriah pada hari Selasa (6/2) kemarin.
    Gusti
  • Aplikasi Layanan Ramah Disabilitas Buatan Mahasiswa Difabel UGM Raih Perak di IPITEX Bangkok 07 February 2023
    Aplikasi layanan ramah disabilitas buatan mahasiswa penyandang disabilitas daksa dari Departemen
    Ika
  • SPs UGM Lakukan Pengabdian di KHDTK Getas Blora 07 February 2023
    Sekolah Pascasarjana UGM (SPs) mengadakan serangkaian kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Belu
    Agung
  • Cegah Diabetes Pada Anak Dengan Membatasi Makanan Manis dan Lakukan Aktivitas Fisik 06 February 2023
    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat kasus diabetes pada anak meningkat signifikan pada t
    Ika

Agenda

  • 02Jul Dies Natalis MM UGM...
Universitas Gadjah Mada
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bulaksumur Yogyakarta 55281
   info@ugm.ac.id
   +62 (274) 6492599
   +62 (274) 565223
   +62 811 2869 988

Kerja Sama

  • Kerja Sama Dalam Negeri
  • Alumni
  • Urusan Internasional

TENTANG UGM

  • Sambutan Rektor
  • Sejarah
  • Visi dan Misi
  • Pimpinan Universitas
  • Manajemen

MENGUNJUNGI UGM

  • Peta Kampus
  • Agenda

PENDAFTARAN

  • Sarjana
  • Pascasarjana
  • Diploma
  • Profesi
  • Internasional

© 2023 Universitas Gadjah Mada

Aturan PenggunaanKontakPanduan Identitas Visual