YOGYAKARTA – Ditengah upaya pemerintah mengembangkan sumber energi terbarukan dalam menghadapi makin menipisnya cadangan energi fosil, Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan University of Boras, Pemerintah Kota Boras, Swedia, dan Pemkab Sleman berhasil mengembangkan instalasi pengolahan limbah buah menjadi biogas di pasar buah Gamping, Sleman. Dari biogas ini kemudian diolah lagi menghasilkan listrik.
Instalasi biogas yang sudah dibangun dua tahun ini masih beroperasi namun dalam perjalanannya mengalami kendala. Salah satunya minimnya pasokan sampah buah yang bisa dimanfaatkan untuk bahan baku biogas. Kendati diperkirakan sampah buah yang ada di pasar buah Gamping bisa mencapai 2- 4 ton sehari. “Secara teknis, sampah banyak namun kemampuan operator terbatas. Perlu dibantu dengan mesin,†kata Koordinator Program Waste Refinary Ir. Siti Syamsiah, PhD ditemui di lokasi pasar buah gamping, Sleman, jumat (22/3).
Sudah ada sembilan orang tenaga operator yang diperkerjakan Koperasi Gemah Ripah untuk memilah sampah dari buah-buahan yang sudah busuk, namun menurut Siti jumlah tersebut belum memenuhi kebutuhan yang diperlukan. Pasalnya pekerjaan rumit dari pengolahan sampah buah tersebut adalah proses pemilahannya.
Menjawab pertanyaan wartawan, Dosen Teknik Kimia ini menyebutkan daya tampung digester biogas yang dibangun di pasar buah tersebut mampu menampung sekitar 4 ton sampah. Dari jumlah tersebut mampu menghasilkan listrik sebanyak 500 KW. Namun kini tiap harinya, karena kekurangan tenaga hanya bisa dipilah 1,5 ton sampah buah yang bisa diolah jadi biogas.
Untuk memaksimalkan pemanfaatan instalasi biogas tersebut menurut Siti diperlukan kerjasama seluruh masyarakat terutama untuk terbiasa dalam memilah sampah organik. Dengan begitu, ada tambahan pasokan sampah organik selain sampah buah yang sudah ada. “Masyarakat sekitar seharusnya bisa ikut berkontribusi untuk memilah. Semua sampah organik yang mudah busuk bisa simasukkan di sini,†katanya.
Kendati mengakui pengembangan istalasi biogas ini belum memberikan manfaat langsung secara ekonomi bagi pedagang dan masyarakat sekitar, bagi siti keberadaan teknologi waste refinary ini membuktikan bahwa anak bangsa memiliki kemampuan dalam pengolahan sampah menjadi energi terbarukan. “Kita ingin menunjukkan bahwa sampah tidak harus dibuang begitu saja namun bisa hasilkan sesuatu bermanfaat,†ungkapnya.
Ketua Koperasi Gemah ripah, Suhartini, menyebutkan, koperasi saat ini mengolah sampah buah dari 82 pedagang buah yanga ada di pasar gamping. Semua sampah tiap pedagang kemudian diangkut menggunakan gerobak ke tempat pengolahan sampah. “Jika musim tertentu sampah buah bisa capai puluhan ton. Jika semua bisa dipilah, di pasar buah ini bisa mandiri energi,†harapnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)